Kerap Disangka Tanda Masuk Angin, Nyeri di Dada Ternyata Bisa Jadi Gejala Penyakit Jantung
Tanda pertama, nyeri dada yang muncul umumnya berada di tengah, bukan di bagian dada sebelah kiri.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nyeri di dada yang muncul kerap kali disangka sebagai tanda dari masuk angin.
Namun, masyarakat hendaknya waspada. Rasa nyeri di dada bisa jadi pertanda adanya penyakit jantung.
Hal ini diungkapkan oleh Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh darah, Konsultan Aritmia Heartology Cardiovascular Hospital dr. Sunu B Raharjo.
Baca juga: Menkes Datangkan 22 Dokter dari Arab Saudi, Bagikan Ilmu Bedah Jantung Terbuka di RSUP Adam Malik
Lantas bagaimana cara membedakan nyeri dada biasa dengan nyeri dada yang mengarah pada penyakit jantung?
Dr Sunu pun ungkap beberapa tanda nyeri dada yang perlu diwaspadai.
"Tentu kita harus mengenal sakit dada yang kemungkinan dari jantung," ungkapnya pada Konferensi ilmiah premier bertajuk CARES 2024 (Cardiac & Vascular Excellence Scientific Updates) yang diselenggarakan Heartology Cardiovascular Hospital di Jakarta, Sabtu (1/6/2024).
Baca juga: Kemenkes Pantau Jemaah Haji yang Mengidap Penyakit Diabetes, Hipertensi dan Jantung
Tanda pertama, nyeri dada yang muncul umumnya berada di tengah, bukan di bagian dada sebelah kiri.
"Paling sering di tengah," imbuhnya.
Kedua, rasa nyeri muncul pada saat beraktivitas atau tengah mengalami gejolak emosi.
Saat kedua hal itu terjadi, diperlukan pasokan oksigen yang banyak di dalam tubuh kita.
Ketiga, umumnya rasa nyeri langsung membaik saat dibawa beristirahat.
Atau, rasa nyeri dada segera membaik usai mengonsumsi obat Isosorbide dinitrate.
Obat isorbide adalah obat untuk mencegah dan meredakan angina pektoris (nyeri dada) akibat penyakit jantung koroner.
Baca juga: 15 Jemaah Haji Indonesia Wafat karena Serangan Jantung, Jangan Paksakan Umrah Sunah
Namun, pada pasien dengan gangguan irama jantung juga banyak yang mengeluhkan sakit dada.
Tapi umumnya tidak berhubungan dengan aktivitas fisik.
"Sering muncul tidak bisa diprediksi. Tidak sedikit pasien menganggapnya depresi, dan malah minum obat derpesi. Padahal masalah di gangguan irama jantung. Ini harus dipastikan," pungkasnya.