Orang Tua Perlu Terapkan Komunikasi Sesuai dengan Zaman untuk Jaga Kesehatan Mental Remaja
Riset kesehatan dasar tahun 2018 menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun di Indonesia mengalami gangguan mental.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Febri Prasetyo
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Orang tua perlu menerapkan cara berkomunikasi yang sesuai dengan zamannya untuk menjaga kesehatan mental remaja.
Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kementerian KPK), Nopian Andusti, pada kegiatan Gerakan Kesehatan Mental bagi Remaja “Unlock Your Best Self-Remaja Bahagia, Dunia Lebih Ceria".
"Seharusnya orang tua harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman karena anak-anak remaja ini tidak dilahirkan di zamannya (orang tua). Tapi dilahirkan di zaman mereka sendiri," ungkapnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, pada Sabtu (26/10/2024).
Sebagai informasi, riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun di Indonesia mengalami gangguan mental emosional
Situasi pada anak remaja memang membutuhkan dorongan dan dukungan, khususnya dari orang tua.
Sayangnya, komunikasi antara anak dan orang tua masih ada yang tidak terbangun dengan baik.
Salah satu penyebabnya adalah orang tua dan anak memiliki kesibukan masing-masing.
Akibatnya, orang tua dan anak jarang berkomunikasi. Kondisi ini, kata Nopian, bisa berdampak pada psikologis anak.
Menurutnya, orang tua dan anak yang berkumpul, makan, dan tertawa bersama dapat membuat jiwa anak-anak remaja lebih nyaman.
"Tetapi faktor sekarang orangtuanya sibuk. Sehingga mereka untuk curhat atau berkomunikasi dengan orang tua semakin terbatas," katanya.
Baca juga: Karyawan Masa Kini Dibayangi Beban Kerja Berlebih, Isu Kesehatan Mental Jadi Tren
Di sisi lain, masih ada orang tua yang menggunakan pola pendekatan cara lama. Padahal, remaja dulu dengan sekarang jauh berbeda.
"Masih banyak juga orangtua yang tidak menyadari bahwa remaja ini tidak dilahirkan di zamannya. Oleh karena itu pendekatan, bagaimana berkomunikasi juga harus disesuaikan dengan para remaja," kata dia.
Nopian menambahkan remaja cenderung lebih nyaman berdiskusi atau mencurahkan perasaan pada teman sebayanya.
Namun, jika tidak dibimbing atau ada kontrol, bisa anak terjerumus pada hal-hal yang tidak benar.
Karena itu, sebagai salah satu solusi, Kementerian KPK telah menyediakan wadah berupa Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) dan Generasi Berencana (Genre).
“Oleh karena itu, di sini ada wadah remaja, ada anak-anak Genre yang akan menjadi konselor-konselor supaya mereka punya tempat berdiskusi, mencurahkan isi hati, dan saling berbagi, sehingga setiap persoalan yang mereka hadapi dapat diselesaikan," lanjutnya .
Saat ini ada 83 ribu pasang duta Genre yang saat ini sudah tersebar di seluruh desa.
Nopian menambahkan Kementerian KPK juga berkolaborasi dengan United Nations Children's Fund (UNICEF).
Kolaborasi ini dilakukan untuk menyosialisasikan kesehatan mental yang ke depan akan diperluas pada provinsi-provinsi percontohan.
“Kementerian KPK akan turun bersama UNICEF untuk memberikan pendampingan dan pelatihan pada calon konselor sebaya, yang akan kita perluas di provinsi-provinsi dengan persentase remaja yang memiliki gangguan mental tinggi,” tuturnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia