Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Berikut Tiga Langkah Putuskan Stigma dan Diskriminasi Masalah Kesehatan Jiwa

Dampak stigma dan diskriminasi yang dialami orang-orang dengan gangguan kesehatan jiwa dapat memperparah kondisi mereka

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Berikut Tiga Langkah Putuskan Stigma dan Diskriminasi Masalah Kesehatan Jiwa
Thinkstock
Ilustrasi gangguan jiwa - Stigma seputar masalah kesehatan jiwa masih sulit dihilangkan seperti depresi, gangguan kecemasan, dan stres, sering kali dikaitkan dengan rendahnya keimanan seseorang 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Stigma seputar masalah kesehatan jiwa masih sulit dihilangkan. 

Beberapa stigma, seperti depresi, gangguan kecemasan, dan stres, sering kali dikaitkan dengan rendahnya keimanan seseorang. 

Bahkan, pekerja yang berupaya mencari layanan kesehatan jiwa tak jarang dipandang “sudah tidak mampu lagi bekerja.”

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dampak stigma dan diskriminasi yang dialami orang-orang dengan gangguan kesehatan jiwa dapat memperparah kondisi mereka. 

Stigma dan diskriminasi ini dapat menghambat proses pemulihan serta menimbulkan keengganan untuk mencari bantuan atau perawatan.

Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Imran Pambudi, MPHM pun menyampaikan tiga langkah untuk memutus rantai stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang yang memiliki masalah kesehatan jiwa.

Baca juga: 5 Upaya Kemenkes untuk Tingkatkan Layanan Skrining Kesehatan Jiwa

Berita Rekomendasi

“WHO menganjurkan beberapa langkah untuk melawan stigma dan diskriminasi. Langkah ini tertuang dalam ‘World Mental Health Report: Transforming mental health for all’, yang diterbitkan WHO pada 2022,” ujar Imran di Jakarta, dilansir dari website resmi, Rabu (30/10/2024). 

Pertama, strategi edukasi (education strategies) untuk meluruskan mitos dan kesalahpahaman.

Termasuk di dalamnya kampanye literasi, kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dan berbagai kegiatan pelatihan dan pembelajaran.

Langkah kedua adalah strategi kontak (contact strategies) untuk mengubah sikap negatif masyarakat umum melalui interaksi dengan orang-orang yang memiliki kondisi kesehatan jiwa

Strategi ini dapat mencakup kontak sosial langsung, kontak simulasi, kontak video atau online.

Serta penggunaan layanan dukungan sebaya dalam pengaturan perawatan kesehatan.

“Berikutnya, langkah ketiga berupa strategi aksi (protest strategies), yaitu penolakan terhadap stigma dan diskriminasi secara formal. Contohnya, demo, petisi, boikot, dan kampanye advokasi lainnya,” lanjut Imran.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas