Bimtek Banyuwangi, Pemandu Interpretasi Harus Menguasai Sumber Daya Destinasi
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) benar-benar fokus menggarap Ekowisata Hutan (Pemandu Interprestasi) untuk Pariwisata Indonesia.
Editor: Content Writer
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) benar-benar fokus menggarap Ekowisata Hutan (Pemandu Interprestasi) untuk Pariwisata Indonesia.
Buktinya, kementerian di bawah komando Arief Yahya itu menggali dengan dalam apa saja yang harus dilakukan oleh Pengelola Hutan di Seluruh Indonesia dalam perhelatan Bimbingan Teknis Ekowisata Hutan (Pemandu Interpretasi) di Hotel Santika, Banyuwangi 28-30 Agustus 2018.
Fasilitator Interprestasi yang dihadirkan Kemenpar juga tidak main-main. Asisten Deputi Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar menghadirkan Wiwien Wiyonoputri.
Dalam paparan Wiwien, seluruh peserta yang mayoritas disii oleh para pengelola kawasan lindung seperti Taman Nasional dan Taman Wisata Alam itu harus pandai dalam menceritakan keistimewaan kawasan yang dikelolanya.
”Harus bisa mengenali apa keistimewaan kawasannya, mana yang penting diusung menjadi tema interpretasi yang kemudian digali dan dikuasai pengetahuannya untuk diceritakan kepada pengunjung,” kata Wiwien di hadapan puluhan peserta.
Wiwien melanjutkan, dengan terbatasnya waktu pengunjung di suatu kawasan, dan banyaknya sumber daya yang dimiliki kawasan lindung tidak mungkin seorang pemandu interpretasi menceritakan semua kepada wisatawan.
Jadi, utamakan dulu yang menjadi keistimewaan kawasan yang kelola. Untuk dapat menyampaikan penjelasan secara menarik dan efektif, Pemandu Interpretasi tidak hanya harus paham dan menguasai sumber daya destinasi, namun juga paham tamu atau audiensinya, dan teknik-teknik interpretasi.
Para peserta menyimak dengan semangat. Mereka semua paham betul bahwa pariwisata saat ini merupakan sektor unggulan untuk mensejahterakan rakyat. Semua aktif bertanya, aktif berinteraksi dan saling tanya jawab dengan komunikatif.
Untuk peserta Bimtek juga tidak sembarangan. Yang hadir adalah pengelola-pengelola dan praktisi. Diantaranya adalah Perhutani, TNBB Baluran (Situbondo), Alas Purwo (Banyuwangi), Meru Betiri (Banyuwangi/Jember).
Selain itu, ada juga Taman Wisata Alam Kawah Ijen (Banyuwangi dan Bondowoso) dan Bromo Tengger Semeru.
Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar Rizki Handayani didampingi Asisten Deputi Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Alexander Reyaan mengatakan, Ekowisata atau ekotourism merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
”Jadi kita harus menjaganya bersama-sama untuk pariwisata berkelanjutan, ini butuh kerjasama semua pihak. Bapak Menteri Pariwisata Arief Yahya sering mengatakan bahwa ini perlu kerjasama unsur penthahelix yakni akademisi, bisnis, komunitas, peemerintah dan media,” ujar Rizki.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menambahkan, potensi yang dimiliki Taman Nasional di sekitar Jawa Timur memang sangat besar. Taman Nasional-Taman Nasional tersebut merupakan ekowisata sekaligus prototype bagi beberapa wilayah di Indonesia lainnya.
Lima taman nasional tersebut diantaranya adalah Baluran (Situbondo), Alas Purwo (Banyuwangi), Meru Betiri (Banyuwangi/Jember). Selain itu, ada juga Taman Wisata Alam Kawah Ijen (Banyuwangi dan Bondowoso).Terakhir adalah TN Bromo Tengger-Semeru yang berada di wilayah Pasuruan, Malang, Lumajang, hingga Probolinggo.
“Posisi Banyuwangi sebenarnya menciptakan cross selling antara Bali dan Jawa Timur. Jadi, sudah sangat tepat menggelar Bimtek di Banyuwangi karena kemajuan Ekowisata di Jawa Timur juga nantinya akan berdampak terhadap daerah lainnya,”kata Menpar Arief Yahya. (*)