BUMDes Mukti Raharja Hasilkan Produk Unggulan “Kopi Canggah”
Pada tahun 2018 ini, dana desa sebesar Rp 1,13 Miliar telah digelontorkan di Desa Cupunagara untuk digunakan semaksimal mungkin.
Editor: Content Writer
Sejumlah desa berhasil meningkatkan perekonomian desanya dengan menggali dan mengembangkan potensi desanya. Potensi desa terus dikembangkan melalui kreativitas dan inovasi warga desa agar dapat menjadi sumber pendapatan bagi warga desa.
Desa Cupunagara, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang misalnya, telah memiliki potensi desa yang menjadi unggulannya yaitu kopi arabika. Selama ini, warga Desa Cupunagara sudah menanam kopi sejak lama, namun jenis kopi yang ditanam hanyalah kopi robusta.
Setelah adanya dana desa, selama 3 tahun terakhir ini, warga desa berusaha mengembangkan potensi desanya dengan menanam kopi arabika, apalagi mengingat kondisi lahan perbukitan yang sangat menunjang penanaman kopi arabika.
Pengembangan potensi desa ini, semakin didorong dengan terbentuknya BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Mukti Raharja dari dana desa. BUMDes Mukti Raharja membantu pemasaran potensi desa Cupunagara serta memberikan edukasi kepada warga tentang cara menanam dan memetik biji kopi yang benar (Petik Ranum).
BUMDes Mukti Raharja kemudian berhasil mengolah biji kopi arabika warga desa, dan mengeluarkan merek “Kopi Canggah”.
Risma wahyuni Hidayat (23) Kepala BUMDes Mukti Raharja mengungkapkan, Badan Usaha Milik Desa Mukti Raharja baru berdiri akhir tahun 2017 dengan unit usaha kopi dan air isi ulang gallon. Saat ini, omset per bulannya baru Rp. 10 juta dari modal awal Rp. 50 juta dari dana desa.
“Dengan adanya BUMDes, nilai ekonomi kopi arabika warga desa Cupunagara naik berkali lipat. Biji kopi arabika dari warga desa dibeli oleh BUMDes lalu diolah dan diberikan merek “Kopi Canggah”.
Kopi jenis arabika ini kemudian dipasarkan ke kafe-kafe di kota Subang, Tasikmalaya, Cianjur, Bandung dan sekitarnya dengan harga Rp. 90.000/kg dalam bentuk green bean. Saat ini, BUMDes menjual kopi arabika natural, semi wash, full wash dan honey.
“Sejak dulu, warga Desa Cupunagara sudah menanam kopi, namun yang ditanam hanyalah jenis kopi robusta. Sejak 3 tahun terakhir ini, warga Desa mulai menanam kopi arabika. Kopi arabika khas Desa Cupunagara memiliki rasa manis yang unik karena ditanam di ketinggian di atas 1.200 meter di atas permukaan laut”, ungkap Wahidin Hidayat Kepala Desa Cupunagara.
Dari total 300 hektar lahan yang ditanami kopi, sebanyak 100 hektar ditanami kopi arabika, sedangkan sisanya ditanami kopi robusta.
Dari 100 hektar kopi arabika yang ditanam sejak 3 tahun lalu, baru 15 hektar yang bisa dipanen. Dari 15 hektar penanaman kopi arabika, bisa menghasilkan 30-40 ton biji kopi gelondongan. Dari biji kopi ini kemudian diolah menjadi green bean sebanyak 10 ton per tahun.
Melalui BUMDes dan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Subang, warga Desa Cupunagara diberikan penyuluhan dan edukasi bagaimana menanam dan memetik biji kopi arabika dengan benar.
Penyuluhan ini dirasakan sangat membantu petani kopi, Tjutju (60 tahun) yang selama ini menjual biji kopi gelondongan ke tengkulak dengan harga murah.
BUMDes Bantu Warga di Bidang Pemasaran
“Kehadiran BUMDes sangat membantu karena saya awam di bidang pemasaran. Lagipula saya tidak punya tenaga marketing, bagaimana caranya harus mencari pembeli di luar sana. Sekarang dengan adanya BUMDes, saya cukup menjual kopi ke BUMDes dengan harga lebih tinggi daripada harga jual di tengkulak. Kalau jual di tengkulak harga biji kopi dihargai pada kisaran Rp. 5.000/kg, namun bila dijual ke BUMDes bisa mencapai Rp. 7.000/kg hingga Rp. 9.000/kg”, tutur Tjutju.
Kesejahteraan Tjutju juga meningkat yang sebelumnya hanya bisa memperoleh Rp. 1,5 juta per bulan, sekarang bisa mencapai Rp. 2,5 juta per bulan karena sudah mengetahui cara pengolahan biji kopi arabika.
“Alhamdulilah, sekarang saya malah bisa membuka lapangan kerja untuk kerja di kebun dan di pengolahan. Jadi saya bisa merekrut orang-orang yang butuh pekerjaan, inilah yang saya banggakan, bisa membantu warga desa”, tambahnya.
Sementara itu, Jajang Saripudin petani kopi Desa Cupunagara menyatakan, dirinya lebih senang menjual biji kopi ke BUMDes daripada ke Tengkulak, karena selain harga jualnya lebih tinggi, pembayaran dari BUMDes juga dilakukan secara tunai dan langsung.
Besarnya permintaan akan kopi arabika khas Cupunagara, membuat BUMDes perlu mengatur pasokan kopi, apalagi panen kopi hanya bisa di bulan April sampai Juli setiap tahunnya.
Salah satu pembeli rutin kopi canggah, pemilik kafe Black Hood di kota Subang, Angga Maulana (23) menuturkan, setiap bulan kafenya membeli sekitar 15 kg kopi canggah dalam bentuk roast bean dan 25 kg dalam bentuk green bean.
“Konsumen menyukai rasa kopi canggah yang unik, karena rasanya dominan manis seperti ada karamelnya, berbeda dari kopi-kopi di Jawa Barat yang rasanya dominan rasa buah dengan tingkat keasaman yang tinggi”, kata Angga Maulana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.