Pariwisata Halal Bukan Arabisasi
Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal (PPHI) Riyanto Sofyan keberatan “Wisata Halal” diplesetkan dengan nada SARA, menjadi “Arabisasi.”
Editor: Content Writer
Kenapa dunia global booming pariwisata halal? Karena begitu besarnya pasar wisatawan muslim dan juga daya beli mereka. “Istilah Pak Menteri Arief Yahya, size nya besar, sustainability nya besar dan spending atau spread nya juga besar! 3S juga singkatannya,” ungkap Riyanto.
Seberapa besar potensi wisawatan yang berasal dari Timur Tengah, Malaysia, Singapore itu? “Besarnya sama dengan wisatawan dari Tiongkok, baik dari segi jumlah Outbond Tourist nya maupun pengeluarannya selama berwisata,” lanjut Riyanto Sofyan.
Jadi Wisata Halal ini bukan hanya “Ceruk Pasar Baru” tetapi sudah merupakan “Pasar Utama” sumber wisman yang bisa dikembangkan. Indonesia juga ingin mengambil segmen pasar ini yg belum di garap secara optimal selama ini.
Rencana Kemenpar untuk menerbitkan Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Halal adalah upaya agar ada acuan bagi pelaku usaha dan pihak terkait dalam pemenuhan “Extended Services and Facilities” (bagi kebutuhan wisatawan muslim) sehingga wisatawan muslim mancanegara diharapkan datang berbondong-bondong ke Indonesia lantaran tersedianya kebutuhan mereka selama berwisata di Indonesia. Maka, antara ekspektasi wisatawan muslim dan deliverable nya sesuai.
Karena itu, Riyanto Sofyan meminta agar Menpar Arief Yahya terus konsisten mengembangkan semua pasar potensial pariwisata untuk berkunjung ke tanah air. Termasuk wisata halal yang semakin memiliki reputasi.
“Menjamin kepuasan para Wisatawan, adalah amanah Undang Undang no 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Undang Undang no 8 tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, Jadi tidak ada yang illegal tentang penyelenggaran Pariwisata Halal.,” kata Riyanto.
Riyanto mengulangi lagi, bahwa pedoman ini juga sekaligus memberikan pemahaman pada pelaku dan pihak terkait bahwa pariwisata halal hanyalah extended Service and Facilities. Sifatnya pilihan dan bukan kewajiban dan tidak dimaksud untuk merusak (Islamisasi/Arabisasi), budaya atau nilai2 lokal (local wisdom) atau Tema Pariwisata pada suatu Destinasi/Atraksi yang sudah berjalan baik, tetapi justru memperluas dan meningkatkan jangkauan pasar wisatawan.”
Ketua Tim Percepatan Wisata Budaya Kemenpar Taufik Rahzen enggan menanggapi tafsiran sejarah soal Osing dan Banyuwangi. Karena itu hanya akan mengeruhkan suasana, dan menjadi bahan polemik sejarah yang tidak produktif.
“Apa yang sudah dilakukan Pak Menteri Arief Yahya terhadap wisata halal itu melampaui pengertian untuk orang Islam. Mencakup kebutuhan pencinta vegetarian, penghormatan budaya lokal, keunikan pengalaman beragama, festival bermakna yang dimiliki oleh semua agama,” katanya.
Dia setuju, intisari wisata halal itu pada makanan dan fasilitas untuk ibadah di atraksi maupun destinasi, seperti mushala, tempat wudhu, arah kiblat, dan lainnya. Itu pula yang dilakukan di belahan bumi lain, saat mengembangkan halal tourism.(*)