Empat Tantangan Program Pelatihan di Tengah Badai Pandemi Covid-19
Salah satu terobosan yang dilakukan adalah menggelar pelatihan secara daring (online) di masa pandemi Covid-19.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai terobosan terus dilakukan Balai Besar Peningkatan Latihan Kerja (BBPLK) di bawah Kementerian Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
Salah satu terobosan yang dilakukan adalah menggelar pelatihan secara daring (online) di masa pandemi Covid-19.
Pelatihan-pelatihan yang biasanya dilakukan BBPLK secara tatap muka, tidak dapat lagi dilakukan karena ada pembatasan untuk berkumpul.
Model E- Learning pun menjadi pilihan utama diadaptasi ke dalam dunia pelatihan menjadi pelatihan daring (online), agar pelatihan tetap dapat berjalan.
"Setelah WHO secara resmi menyatakan virus Covid-19 adalah sebuah pandemi global pada Maret lalu, metodologi pelatihan berubah secara luar biasa," ujar Pejabat Fungsional Pengantar Kerja Utama, Kemnaker, Hery Sudarmanto, melalui Siaran Pers Kemnaker di Jakarta, Senin (3/8/2020).
Hery Sudarmanto menyebut ada empat tantangan dalam pelaksanaan pelatihan daring di masa pandemi Covid-19.
Pertama, peserta pelatihan yang pasif. Peserta pasif akan menyulitkan instruktur/trainer untuk mengetahui apakah peserta mengerti atau tidak terhadap materi yang diberikan.
"Solusinya, trainer/instruktur harus dapat membaca situasi dan banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang interaktif," kata Hery.
Kedua, trainer harus terus terhubung dengan peserta. Sebab saat instruktur/trainer memberikan pelatihan daring, sering kali peserta mengalami “gangguan” dari lingkungan di sekitarnya.
Untuk itu, para peserta harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, termasuk mencari tempat yang tidak banyak “gangguan”.
Tantangan ketiga, melakukan kolaborasi antar peserta. Biasanya, apabila pelatihan dilakukan secara tatap muka, trainer/instruktur dapat membagi kelompok peserta menjadi beberapa kelompok untuk diberikan tugas kelompok.
Kecepatan internet yang sering naik turun atau “blank spot” di beberapa daerah menyebabkan hal ini menjadi hambatan dalam pelaksanaan pelatihan daring.
"Beda dengan pelatihan daring, biasanya sulit untuk membagi peserta menjadi kelompok-kelompok kecil sehingga keterikatan antar peserta menjadi sangat rendah," katanya.
Tantangan keempat yakni infrastruktur jaringan internet. Sebagai negara berkembang, infrastruktur untuk jaringan internet di Indonesia masih menjadi tantangan karena belum semua daerah di Indonesia telah ter-cover jaringan internet yang memadai.