Hadiri Pertemuan RFC, Kemenhub Undang Malaysia dan Singapura untuk Bergabung dalam Marpolex
Lokakarya RFC Brainstorming Latihan Penanggulangan Tumpahan Minyak telah diadakan secara virtual pada tanggal 6 Juli 2021 lalu.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) selalu aktif berpartisipasi dalam kegiatan kemaritiman di kancah internasional. Kali ini, sebagai perwakilan RI, KPLP berpartisipasi dalam technical meeting Revolving Fund Committee (RFC) antara Tiga Negara Pantai secara virtual.
Bertindak selaku Head of Delegation (HoD) Indonesia, dalam sambutannya Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Ahmad, menyampaikan updating informasi dari Standard Operating Procedure (SOP) for Joint Oil Spill Combat in the Strait of Malacca and Singapore.
"Telah ada Latihan Penanggulangan Tumpahan Minyak Brainstorming secara virtual yang diadakan pada tanggal 6 Juli 2021 yang membahas tentang persiapan pelaksanaan joint table top latihan tumpahan minyak di Selat Malaka dan Singapura," ujar Ahmad.
Lokakarya RFC Brainstorming Latihan Penanggulangan Tumpahan Minyak telah diadakan secara virtual pada tanggal 6 Juli 2021 dan dihadiri oleh perwakilan dari Littoral States.
Lokakarya/Workshop ini dibuka oleh Wan Abdul Latiff bin Wan Jaffar, Deputi Direktur Jenderal (Operasi), Departemen Lingkungan Hidup (DOE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Air, Malaysia (KASA).
Ahmad menjelaskan bahwa latihan bersama adalah cara yang baik untuk untuk menguji dan menyamakan kemampuan dan kesamaan persepsi terutama dalam mempersiapkan tindakan respons terhadap pencemaran minyak lintas batas yang sangat mungkin terjadi di Selat Malaka dan Singapura.
“Kami (Indonesia) meyakini dan sangat mengapresiasi komitmen dari Indonesia, Malaysia, Singapura dan Jepang untuk berupaya sekuat mungkin dalam melindungi lingkungan laut di Selat Malaka dan Selat Singapura,” ujarnya.
Workshop RFC Brainstorming Latihan Penanggulangan Tumpahan Minyak mengusulkan tentatif, latihan akan dilaksanakan pada tanggal 5-6 Oktober 2021 dengan kombinasi fisik dan virtual yang berupa kegiatan di laut dan di darat (hibrid).
Indonesia juga menginformasikan kepada masing-masing delegasi Malaysia dan Singapura bahwa pada Mei 2022 Indonesia akan menjadi tuan rumah Latihan Pencemaran Laut Regional, atau biasa disebut dengan Marpolex.
Marpolex Regional sendiri merupakan latihan bersama antara Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Indonesia, Penjaga Pantai Filipina dan Jepang Coast Guard dengan tujuan untuk menguji dan mensimulasikan respon dan kesiapsiagaan dalam menghadapi polusi minyak lintas batas di laut.
"Oleh karena itu Indonesia mengundang Malaysia, Singapura dan anggota Dewan Selat Malaka di Jepang untuk menghadiri Marpolex. Kita akan merasa sangat terhormat jika Anda (Malaysia dan Singapura) bisa bergabung dengan latihan," ujarnya.
Selain itu, Ahmad beranggapan, bahwa selama lebih dari tiga puluh tahun, RFC telah berhasil menjadi wadah yang berguna dan memberikan manfaat kepada ketiga negara pantai (Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dalam menggunakan dana tersebut sesuai dengan peruntukannya, yakni sebagai platform kerja sama antara negara-negara pantai dan yang kedua sebagai dana cadangan untuk memfasilitasi operasi penanggulangan musibah tumpahan minyak.
Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air, Een Nuraini Saidah mengungkapkan beberapa agenda yang dibahas dalam pertemuan RFC Technical Meeting tahun 2020, antara lain tentang Update mengenai SOP pelaksanaan Joint Oil Spill Combat di Selat Malaka dan Selat Singapura, serta Pertukaran Pengalaman dan informasi terkait MoU tentang Oil Spill Tariff antara Maritime and Port Authority of Singapore (MPA) dan International Tanker Owners Pollution Federation (ITOPF) Singapore.
"Pertemuan RFC Annual Meeting ke-39 yang diadakan pada tahun 2020 lalu mencatat dan mendukung usulan dari Malaysia tentang pembentukan MoU tentang Tarif Penanggulangan Tumpahan Minyak antara RFC dan Industri Pelayaran. Selain itu, Singapura diminta untuk berbagi pengalaman dan pengaturan lebih lanjut dengan masing-masing pihak, yaitu International Tanker Owners Pollution Federation Limited (ITOPF) dan International Group of P&I Clubs (IG)," ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut juga telah diusulkan pembentukan Nota Kesepahaman tentang Tarif Penanggulangan Tumpahan Minyak dan Peralatan antara negara-negara Pesisir Dana Bergulir dan Industri Pelayaran dan Komite Teknis RF diundang untuk mempertimbangkan proposal tersebut.
"Pertemuan mencatat konsensus bersama yang diperoleh dalam Rapat Komite RFC kali ini bahwa Malaysia menjadi satu-satunya administrator untuk situs web RFC dan biaya pemeliharaan tahunan akan ditanggung oleh RFC. Selanjutnya, Malaysia akan mengajukan usulan anggaran tahunan kepada Komite Utama RFC," ujarnya.
Komite kemudian akan menunjuk authority (Otoritas), yang merupakan pejabat yang ditunjuk untuk mengelola dan mengatur keuangan, yang memiliki tugas antara lain merekomendasikan Bank untuk menyimpan Dana sekaligus nilai tukar mata uang yang digunakan, merekomendasikan bujet administrasi dan operasional, menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit, menyampaikan laporan berkala kepada Komite, memproses peminjaman Dana untuk kepentingan Emergency Responses setelah mendapatkan persetujuan Komite, memverifikasi laporan keuangan yang disampaikan oleh Akuntan Negara Pengelola, serta melaporkannya kepada Komite di RFC Annual Meeting.
“Berdasarkan praktik-praktik sebelumnya, Otoritas dari masing-masing negara Pantai adalah Direktur KPLP dari Indonesia, Ketua Pentadbiran & Kewangan Department of Environment dari Malaysia, dan Manager of Port Operation MPA dari Singapura,” tutup Een.
Sebagai informasi, RFC dibentuk berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani tanggal 11 Februari 1981 oleh Pemerintah Indonesia, Malaysia dan Singapura (Tiga Negara Pantai) di satu pihak dan The Malacca Straits Council (MSC) atas nama Asosiasi-asosiasi non-pemerintah Jepang di pihak lainnya.
Berdasarkan MoU tersebut pula Tiga Negara Pantai harus membentuk sebuah Revolving Fund Committee atau Komite Dana Bergulir, yang merupakan perwakilan pejabat tinggi/senior dari masing-masing Negara Pantai, yang secara administrasi dan operasional berhubungan atau terlibat dalam penanggulangan pencemaran di Laut, yaitu Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Director General of Environment Ministry of Natural Resouces and Environment Malaysia, dan Assistant Chief Executive of MPA Singapore.
Negara yang mendapat giliran untuk mengelola Dana Bergulir tersebut nantinya akan menjadi Chairman of the Committee atau Ketua Komite, dan setiap tahun memimpin pertemuan tahunan (RFC Annual Meeting). (*)