Dalam Orasi Ilmiah, Bamsoet Mendorong Capres dan Cawapres Terapkan Kepemimpinan Digital
Bamsoet memberikan orasi ilmiah Sidang Senat Terbuka Pimpinan Universitas Ibnu Chaldun dalam rangka Wisuda Program Sarjana dan Magister.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengajak seluruh Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden untuk menerapkan era kepemimpinan digital dalam pemerintahan. Hal ini dilakukan guna meningkatkan pelayanan publik, transparansi, dan efisiensi operasional pemerintahan.
Para Capres dan Cawapres harus terlebih dahulu merumuskan strategi digital secara komprehensif yang di dalamnya terdapat tujuan, prioritas, dan inisiatif untuk memanfaatkan teknologi informasi, guna memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Salah satu manifestasi penting dalam kepemimpinan digital adalah penerapan sistem e-Government yang mampu menyederhanakan proses administrasi, hambatan-hambatan birokratis,dan menghilangkan alur kerja berbasis kertas untuk beralih ke kerja nirkertas.
Baca juga: Prassetyo Hardja Dapat Dukungan dari Bamsoet di Kejuaraan Karting Rotax Max Grand Final 2023
Hal ini mampu menghasilkan penghematan biaya dan peningkatan efisien. Sehingga Indonesia tidak kalah dengan negara Barbados yang akan membuka kantor kedutaan besar di jagat metaverse di Decentraland. Menjadikan Barbados sebagai negara pertama yang memiliki 'lahan' di dunia digital.
"Begitupun dengan Pemerintah Metropolitan Seoul atau Seoul Metropolitan Government (SMG) yang juga sedang membangun ekosistem metaverse untuk seluruh layanan administrasi di bidang ekonomi, kebudayaan, pariwisata, pendidikan, dan semua keluhan warga."
"Gedung balai kota virtual SMG tersebut akan menjadi tempat warga untuk saling bertemu dengan avatar pejabat publik untuk menyampaikan keluhan," ujar Bamsoet saat memberikan orasi ilmiah Sidang Senat Terbuka Pimpinan Universitas Ibnu Chaldun dalam rangka Wisuda Program Sarjana dan Magister Universitas Ibnu Chaldun Tahun Akademik 2022/2023, di Jakarta, Kamis (30/11/23).
Baca juga: Bertemu Pengurus Pajero Indonesia Family, Bamsoet Ajak Tingkatkan Sport Tourism
Mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, untuk merealisasikan kepemimpinan digital, Indonesia membutuhkan banyak sumber daya manusia yang unggul, inovatif, dan kompetitif. Mewujudkannya, maka kualitas pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, menjadi faktor yang sangat signifikan dan determinan.
Ironisnya, berdasarkan data statistik BPS per Maret 2023, mencatat jumlah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang berhasil menamatkan perguruan tinggi hanya mencapai 10,15 persen. Dengan status sebagai negara 'berpendapatan menengah atas' atau 'upper middle-income country', angka 10,15 persen tersebut terlalu sedikit.
"Masalah lainnya terkait masih tingginya angka disparitas masyarakat dalam mengakses pendidikan tinggi. Sebagai gambaran, pada kelompok masyarakat dengan tingkat pengeluaran terendah, akses terhadap pendidikan tinggi hanya mencapai 17,54 persen. Sedangkan pada kelompok masyarakat dengan tingkat pengeluaran tertinggi, akses terhadap pendidikan tinggi mencapai 52,65 persen," jelas Bamsoet.
Baca juga: Pimpinan MPR: Butuh Langkah Strategis Wujudkan Lingkungan Ramah Bagi Penyandang Disabilitas
Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD ini menerangkan, Indonesia juga masih menghadapi keterbatasan kuota pendidikan tinggi yang tidak sebanding dengan jumlah lulusan SMA yang setiap tahun diperkirakan mencapai sekitar 3,7 juta pelajar. Dari angka itu, hanya sekitar 1,8 juta yang bisa melanjutkan kuliah.
Permasalahan lainnya yakni masih rendahnya tingkat kelulusan dari perguruan tinggi yang hanya mencapai sekitar 19 persen. Realita ini menjadikan peringkat kualitas pendidikan di Indonesia belum beranjak dari posisi ke-67 dunia.
"Tantangan lainnya yakni belum linear-nya antara pendidikan di perguruan tinggi dengan kebutuhan atau tuntutan dunia usaha. Menteri Pendidikan pernah menyampaikan bahwa sekitar 80 persen lulusan perguruan tinggi Indonesia bekerja tidak sesuai dengan jurusan ketika kuliah. Di sisi lain, sebuah riset juga mengungkapkan sekitar 87 persen mahasiswa Indonesia mengaku salah mengambil jurusan," terang Bamsoet.
Baca juga: Lingkungan Keluarga dan Pendidikan yang Ramah Anak Harus Konsisten Diwujudkan
Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, seiring berjalannya waktu, problematika yang akan dihadapi oleh dunia pendidikan tinggi akan semakin kompleks dan dinamis.
Karenanya perlu menyamakan persepsi, bahwa gagasan untuk mendorong akselerasi lulusan Perguruan Tinggi menjadi SDM yang unggul, inovatif dan kompetitif, tidak akan pernah terealisasi tanpa adanya upaya bersama dan bersungguh-sungguh, dari segenap pemangku kepentingan. (*)