Menteri Trenggono: Gernas Bulan Cinta Laut (BCL), Aksi Konkret Indonesia Perangi Sampah Laut
Selain aksi bersih pantai dan laut, program BCL akan mengatur pengelolaan limbah perbekalan di kapal-kapal penangkap ikan.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen Indonesia dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut. Salah satunya tengah mengupayakan pemanfaatan sampah plastik menjadi tenaga listrik guna mengurangi jumlah sampah di laut sampai 70 persen pada tahun 2025. Hal ini disampaikan Presiden dalam acara One Ocean Summit yang digelar di Prancis, 9-11 Februari 2022.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai pengampu tata kelola sektor kelautan dan perikanan memastikan all out dalam mewujudkan target pengurangan sampah di laut seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Pengurangan sampah di laut hingga 70 persen itu telah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.
"Tentunya dalam menangani sampah di laut kami tidak main-main. Apalagi ini sudah menjadi komitmen Indonesia pada dunia, yang sudah dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden. Jadi yang disampaikan Bapak Presiden itu adalah bukti dari komitmen Indonesia dan KKP akan all out untuk itu," ungkap Menteri Trenggono dalam siaran resmi KKP, Sabtu (12/2/2022).
Dalam menangani sampah di laut, KKP memiliki program Gerakan Bersih Pantai dan Laut yang sudah dilakukan di berbagai kawasan pesisir Indonesia. Gerakan ini kemudian ditingkatkan cakupannya melalui program Bulan Cinta Laut (BCL) yang kick off digelar di Pantai Parangkusumo Bantul pada akhir Januari lalu dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari Pemda, TNI/Polri, pelaku usaha, warga lokal, aktivis lingkungan, hingga pelajar.
Pihaknya tengah melakukan pematangan agar BCL menjadi gerakan nasional. Selain aksi bersih pantai dan laut, program tersebut akan mengatur pengelolaan limbah perbekalan di kapal-kapal penangkap ikan agar tidak sembarangan dibuang ke laut. Kemudian akan ada waktu tertentu bagi nelayan untuk melaut namun bukan dalam rangka menangkap ikan, melainkan mengambil sampah.
"Kami tengah matangkan mekanismenya, karena BCL bukan sebatas gerakan memungut sampah yang ada laut dan pantai, tapi juga bagaimana limbah perbekalan yang ada di kapal-kapal penangkap tidak dibuang ke laut melainkan di tempat yang sudah kami siapkan. Jadi hulunya juga dibenerin dan diawasi," ungkap Menteri Trenggono.
Senada dengan Presiden Joko Widodo, menurutnya kesehatan laut memang menjadi kunci kegiatan ekonomi maupun sosial di dalamnya bisa berjalan berkesinambungan, sehingga tata kelolanya harus mengutamakan prinsip keberlanjutan.
Persoalan sampah di laut bila tidak ditangani dengan serius, ungkapnya lebih lanjut, dapat menghambat pembangunan, memicu persoalan kesehatan pada manusia, hingga mengganggu ketahanan pangan.
Selain mengentaskan persoalan sampah, KKP juga memiliki program lain dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut, yakni penerapan Kebijakan Penangkapan Terukur.
Melalui program penangkapan ikan berbasis kuota dan zonasi tersebut, Menteri Trenggono ingin memastikan populasi biota laut tetap terjaga kelestariannya, dan di sisi lain kegiatan ekonomi bergerak lebih optimal untuk mendorong percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.
"Karena kalau ekologinya sehat, kegiatan ekonomi pasti mengikuti. Panglimanya ya kesehatan ekologi," tambahnya.
Dengan kebijakan penangkapan terukur ini pula, Menteri Trenggono ingin kegiatan budi daya bisa berjalan lebih optimal. Targetnya, aktivitas perikanan tangkap yang saat ini mendominasi produktivitasnya, berangsur digantikan oleh perikanan budidaya. Hal ini juga sebagai langkah menjaga kelestarian ekosistem laut di masa depan. (*)