Kemendikbudristek Berikan Layanan Advokasi untuk Penuhi Hak Penghayat Kepercayaan
Layanan advokasi untuk penghayat kepercayaan juga telah membantu Anindito, salah seorang penghayat kepercayaan Sapta Dharma yang bekerja sebagai Calon
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Indonesia hadir untuk menjamin hak konstitusional penghayat kepercayaan dan masyarakat adat. Namun, penghayat kepercayaan dan masyarakat adat memiliki situasi dan konteks yang beragam sehingga membutuhkan layanan advokasi yang memadai. Karena itulah sejak tahun 2020, Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat (Direktorat KMA), Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghadirkan layanan advokasi secara sistematis bagi masyarakat adat dan penghayat kepercayaan. Selama kurang lebih dua tahun ini, Kemendikbudristek membangun jejaring dengan berbagai pihak untuk melayani pemenuhan kebutuhan dari penghayat kepercayaan dan masyarakat adat. Koordinasi antara lain dilakukan melalui lintas kementerian, pemerintah daerah, dan Non-Government Organization (NGO) lokal.
Salah satu hal yang menjadi fokus layanan advokasi ini adalah bidang pendidikan. Kepala SMA Negeri 1 Rindi, Umalulu, Sumba Timur, Benyamin Nimbrot, menyatakan kegembiraannya dengan adanya layanan advokasi Kemendikbudristek dan berbagai pihak untuk penghayat kepercayaan dan masyarakat adat di Sumba Timur. Kini anak-anak di Sumba Timur yang menganut kepercayaan Marapu bisa mendapatkan layanan pendidikan seperti anak-anak di daerah lain. “Kami bersyukur telah menemukan jalan keluar dari permasalahan yang sudah berlangsung lama ini. Sekarang, siswa/i penganut kepercayaan Marapu sudah bisa mendapatkan pengajaran sesuai dengan hak-hak mereka,” kata Benyamin.
Hal tersebut merupakan hasil dari kerja sama yang dilakukan Kemendikbudristek melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat dengan berbagai pihak yang terkait dengan isu pendidikan dan kepercayaan. Upaya bersama ini merupakan wujud dari pemikiran mengenai pembangunan ekosistem kebudayaan yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta Non-Government Organization (NGO) yang bergerak di bidang tersebut.
Layanan advokasi untuk penghayat kepercayaan juga telah membantu Anindito, salah seorang penghayat kepercayaan Sapta Dharma yang bekerja sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Anindito akhirnya bisa dilantik sebagai PNS dengan tata cara penghayat kepercayaan. Keberhasilan ini tidak lepas dari adanya peran lintas kementerian/lembaga, yaitu Kemenko PMK dan Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI).
“Pada awalnya biro kepegawaian kami mengalami kesulitan, karena ini merupakan suatu hal yang baru pertama kali terjadi. Saya menyampaikan kejadian ini pada MLKI, yang kemudian diteruskan pada Pokja Advokasi KMA Kemendikbudristek. Prosesnya cukup cepat, kurang lebih H-2 pelantikan saya melapor, kemudian pada saat hari-H pelantikan, saya bisa mendapatkan pelantikan dengan tata cara penghayat kepercayaan,” tutur Anindito.
Ia yakin masih banyak penghayat kepercayaan yang memiliki masalah seperti dirinya, khususnya dalam hal administrasi birokrasi. “Oleh karena itu saya berharap layanan ini lebih disosialisasikan lagi mengenai fungsi dan keberadaannya,” katanya.
Permasalahan serupa juga kerap terjadi di daerah lain bagi penghayat kepercayan. Jasardi Gunawan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah yang telah memberikan layanan advokasi untuk penghayat kepercayaan dan masyarakat adat, “Terima kasih banyak pada Kemendikbudristek atas dedikasinya selama ini, khususnya pada soal memosisikan masyarakat adat pada nomenklatur kementerian. Kami sangat bangga ketika Kemendikbudristek, melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, khususnya dengan Pokja Advokasi, mencoba mengidentifikasi dan memverifikasi keberadaan masyarakat adat di Kabupaten Sumbawa. Kami sangat bersyukur karena sebagai perwakilan dari negara, layanan ini telah hadir di tengah masyarakat adat dengan berbagai hak-hak yang dimilikinya,” ujar Jasardi.
Beberapa hal tersebut merupakan permasalahan yang dihadapi oleh penghayat kepercayaan dan masyarakat adat yang dilaporkan dan telah ditindaklanjuti oleh Layanan Advokasi Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat selama tahun 2022. Beberapa hal lain yang merupakan isu-isu strategis dan sedang ditangani oleh layanan ini antara lain akses layanan kesehatan pada masyarakat adat, perlindungan pada situs yang dianggap sakral, kepemilikan tanah/hutan adat, dan peningkatan literasi pada masyarakat adat.
Pengembangan layanan advokasi ini akan terus dilakukan Kemendikbudristek untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak konstitusional penghayat kepercayaan dan masyarakat adat. Salah satu upaya konkret lain yang sudah dilakukan adalah menyediakan laman khusus pengaduan yang diperuntukkan bagi penghayat kepercayaan dan masyarakat adat untuk menyampaikan permasalahannya. Mereka dapat menyampaikan pengaduan atau permasalahan secara daring melalui laman www.advokasikma.kemdikbud.go.id . Laman ini diharapkan mampu menjawab berbagai kebutuhan yang dimiliki oleh para penghayat kepercayaan dan masyarakat adat di Indonesia.