Pemuda Harus Mampu Meningkatkan Kualitas Diri untuk Jawab Tantangan di Masa Depan
Menurut Lestari, dalam sejarah bangsa ini peran para pemuda sangat sentral dalam mewujudkan kemerdekaan dan membentuk negara Indonesia.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Disruspsi yang diwarnai lompatan-lompatan teknologi saat ini merupakan ujian bagi generasi penerus bangsa. Untuk menjawab tantangan itu, para pemuda harus mampu membentuk dirinya menjadi pembelajar.
"Generasi muda adalah harapan bangsa ini sebagai generasi penerus yang akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa ini di masa depan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam acara Dengar Pendapat Masyarakat bertema Generasi Perubahan di Yayasan Santrendelik, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (15/12) malam.
Hadir pada acara tersebut antara lain CEO Media Group Mohammad Mirdal Akib, Amelia Anggraeni (Anggota DPR RI 2014-2019), Lutfi Asyaukanie (Dosen Universitas Paramadina) dan para pemuda pesantren kontemporer di bawah Yayasan Santrendelik.
Menurut Lestari, dalam sejarah bangsa ini peran para pemuda sangat sentral dalam mewujudkan kemerdekaan dan membentuk negara Indonesia.
Bahkan, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dari kesepakatan segenap anak bangsa yang ketika itu usianya masih terbilang belia dan kebanyakan berstatus mahasiswa.
Di tengah terjadinya berbagai perubahan dewasa ini, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, generasi muda harus membangun dirinya sebagai pembelajar agar mampu bertahan dan meneruskan kiprahnya dalam siklus kehidupan yang terus berputar.
Belajar, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, tidak melulu dilakukan secara formal lewat lembaga pendidikan, tetapi bisa juga secara informal dan menjadikan belajar bagian dari keseharian kita.
Agar bisa menjadi pembelajar, jelas Rerie, harus berpegang pada lima hal yaitu para pemuda harus memiliki tatanan sistem berpikir (system thinking), mampu menguasai diri (personal mastery), memiliki model mental atau pandangan tentang dunia (mental model), mampu merumuskan dan membagikan visi (shared vision) dan membangun kebiasaan “belajar” dan berpikir bersama (team learning).
Yang tidak kalah penting, ujar dia, dalam proses tersebut harus dibuka ruang untuk melakukan kesalahan. Karena menghadapi kesalahan itulah sejatinya belajar.
Generasi muda, tegas Rerie, harus menjadi orang-orang yang qualified, yaitu orang yang tahu kalau dia tahu dan tahu kalau dia tidak tahu. Jadi bila tidak tahu, jangan sok tahu, serahkan saja pada orang yang tahu.
Karena setiap orang, tambah dia, sejatinya memiliki kecakapan masing-masing di bidangnya. "Sehingga untuk menjadi pemimpin kita harus memiliki kemampuan mengorkestrasi berbagai potensi kemampuan yang dimiliki para anggota tim itu," ujar Rerie.
Pemimpin yang baik, jelas Rerie, harus mampu mencetak pemimpin yang lebih baik dari dirinya dan tahu kapan dia harus berhenti untuk memberi kesempatan pada penerusnya.
Sejumlah kemampuan tersebut harus terus diasah di masa muda, sehingga pada waktunya generasi penerus siap menerima tongkat estafet kepemimpinan negeri ini.
Pemimpin masa depan harus mampu menghadapi potensi ancaman krisis multidimensi, seperti yang terjadi saat ini.
Kondisi itu, tegas Rerie, harus dijawab oleh anak-anak bangsa yang qualified dan memiliki fondasi nilai-nilai kebangsaan yang bersumber pada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.(*)