Soroti Pembangunan Sumber Daya Manusia, Bamsoet Ungkap Hal Ini
etua MPR RI, Bambang Soesatyo mengungkapkan bahwa pembangunan sumber daya manusia (SDM) masih berselimutkan sejumlah masalah mendasar.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo mengungkapkan bahwa pembangunan sumber daya manusia (SDM) masih berselimutkan sejumlah masalah mendasar. Pernyataan ini berdasar dari beragam data resmi terkini yang memberi bukti tentang kecenderungan tersebut.
Menurutnya, jika masalah ini tidak segera ditangani sejak dini dengan sungguh-sungguh, ragam permasalahan tersebut akan mempersulit upaya perwujudan bonus demografi yang bermutu pada dekade 2040-an.
"Hal ini sudah berulangkali diungkapkan bahwa Indonesia akan mendapat bonus demografi pada dekade 2040-an. Bonus demografi itu memberi gambaran bahwa 70 persen dari total jumlah penduduk Indonesia dalam usia produktif. Kalau lebih dari 100 juta jiwa usia produktif itu kualifaid seturut kebutuhan zamannya, dia tidak sekadar solutif, melainkan juga menjadi pondasi kokoh bagi aspek ketahanan nasional. Sebaliknya, jika komunitas usia produktif itu tidak terampil atau tidak berkeahlian, mereka menjadi angkatan kerja yang akan membebani negara," tulis Bamsoet dalam catatan persnya.
Oleh karena itu, kalkulasi tentang bonus demografi dekade 2040-an itu hendaknya dimaknai sebagai peringatan sekaligus faktor pendorong untuk lebih bersungguh-sungguh dalam membangun SDM sejak dini.
Tentunya perencanaan dan program yang dijabarkan dalam pembangunan SDM itu harus beradaptasi dengan perubahan zaman, serta berpijak pada proyeksi atau perkiraan akan kebutuhan keahlian serta kompetensi di masa depan.
Pasalnya, persaingan di masa depan diasumsikan akan sangat ketat, maka pembangunan SDM harus berfokus pada tekad menyiapkan dan menghadirkan angkatan kerja yang berkualitas seturut kebutuhan zamannya.
"Karena itu, gagasan serta semangat mewujudkan profil Indonesia Emas 2045 pun menjadi sangat relevan bagi negara untuk memberi perhatian ekstra pada aspek pembangunan SDM. Indonesia Emas 2045 akan diwujudkan dengan berfokus pada pembangunan empat pilar. Sudah barang tentu Pembangunan SDM demi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pilar utama. Dengan SDM yang berkualitas, Indonesia pada saatnya ditargetkan mampu meraih status negara maju karena skala dan nilai perekonomiannya masuk jajaran empat besar dunia," ungkap Bamsoet.
Bamsoet pun mengajak semua komponen bangsa untuk realistis memahami di mana posisi bersama saat ini, terutama tentang progres pembangunan SDM dewasa ini, agar aneka target Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.
Suka tidak suka, harus diakui bahwa sejumlah masalah mendasar masih terbentang nyata. Ragam masalah itu bisa dijumpai di mana saja, di pelosok-pelosok desa hingga kota-kota besar, termasuk Jakarta.
Semua itu menjadi penjelas bahwa masih banyak masyarakat yang belum dijangkau atau dilayani oleh proses pembangunan yang sedang berjalan hingga sekarang ini. Ragam permasalahan itu bisa dilihat dari data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistika (BPS).
"Ada data tentang kemiskinan ekstrim, termasuk di Jakarta dan beberapa wilayah di Pulau Jawa. Data atau catatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga harus mendapat perhatian khusus. Menurut BKKBN, angka kematian ibu dan bayi masih tinggi. Angka kematian bayi mencapai 24 per 1.000 kelahiran, sedangkan angka kematian ibu tercatat 230 per 100 ribu kelahiran hidup," paparnya.
Berdasarkan data BPS pula setiap orang bisa mengetahui bahwa banyak bayi berusia di bawah lima tahun (Balita) gagal tumbul ideal karena menderita kurang gizi kronis (stunting). Menjelang akhir Januari 2023, Kementerian Kesehatan mengumumkan bahwa prevalensi stunting masih di kisaran 21,6 persen pada 2022.
Pembangunan SDM pun masih diwarnai dengan kasus anak-anak putus sekolah. BPS mencatat fakta tentang peningkatan jumlah anak-anak yang putus sekolah pada 2022. Anak putus sekolah terdapat pada semua jenjang pendidikan, dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Tingginya angka putus sekolah disebabkan banyak faktor, seperti kurangnya minat anak untuk sekolah, faktor ekonomi, faktor lingkungan hingga faktor kesehatan.
Perubahan pola kegiatan belajar-mengajar akibat Pandemi Covid-19 pun berdampak kepada banyak anak. Sekolah daring menghadirkan konsekuensi biaya yang masih sulit dijangkau oleh banyak orang tua. Misalnya, karena keterbatasan penghasilan orang tua, anak-anak kesulitan memiliki perangkat digital, termasuk untuk membeli kuota internet.