Syarief Hasan: Diplomasi Proaktif dan Mitigasi Ekonomi Harus Jadi Prioritas Pemerintah
Syarief Hasan mendorong deeskalasi di Timur Tengah paska terjadinya serangan Iran terhadap Israel.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan mendorong deeskalasi di Timur Tengah paska terjadinya serangan Iran terhadap Israel. Ketegangan ini tidak saja berimbas pada wilayah Timur Tengah, namun berdampak global, termasuk bagi Indonesia. Bahkan kondisi ini berpotensi memantik konflik yang meluas, dengan respon militer yang masif. Ini harus jadi keprihatinan kolektif.
"Situasi Timur Tengah yang kian bergejolak hanya berdampak destruktif pada kehidupan kemanusiaan. Perlu upaya bersama untuk meredamnya. Indonesia, dalam kapasitas sebagai Anggota G-20, anggota Asean dan negara mayoritas berpenduduk muslim terbesar kedua di dunia punya tanggung jawab untuk meredakan ketegangan. Langkah tanggap kementerian luar negeri dengan mengontak Pemerintah Iran dan AS, dan menyerukan deeskalasi serta solusi meja perundingan sudah tepat. Ini perlu diapresiasi," ujar Politisi Senior Partai Demokrat ini.
Baca juga: Hadir di Halalbihalal KAHMI, Fadel Muhammad : Momen Untuk Bersatu Memikirkan Kemajuan Gorontalo
Menurutnya, Iran adalah salah satu negara eksportir minyak terbesar, termasuk dengan kapasitas militer yang besar. Artinya, gejolak yang terjadi akan berdimensi ekonomi dan politik sekaligus. Secara ekonomi, konflik lebih lanjut akan mengerek harga energi, ujungnya berdampak inflasi bagi negara net importir seperti Indonesia. Secara politik, respon militer hanya memantik respon lainnya, memicu konflik meluas, bahkan mungkin berskala global.
Anggota Komisi Luar Negeri DPR RI ini meminta Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB bertindak lebih proaktif dan imparsial. Mendudukkan konflik ini dengan bijak serta fokus pada solusi. PBB harus melihat akar konflik secara proporsional dan holistik sehingga langkah yang diambil juga solutif dan berkelanjutan. Yang juga penting dan ditunggu adalah peran mediasi dan penengah konflik dari negara-negara berpengaruh pada konflik, seperti AS, Negara Arab, Uni Eropa, Rusia, dan China.
"Dalam konteks domestik, pemerintah juga mesti memitigasi konflik ini. Kita belum tahu skalanya akan sebesar apa dan arahnya akan kemana. Hal yang terutama adalah dampak ekonominya yang langsung terasa, naiknya harga minyak, inflasi, serta terganggunya rantai pasok global. Langkah penyelamatan ekonomi yang segera dan terukur menjadi prioritas, khususnya bagi UMKM dan koperasi," tutup Syarief.