Pembelajaran Lebih Interaktif, Inklusif, dan Menyenangkan, Guru SLB Memanfaatkan Teknologi Digital
Kemendikbudristek berkomitmen mendorong transformasi digital selama beberapa tahun belakangan
Editor: Content Writer
Kreasi Pemanfaatan Teknologi dalam Pembelajaran untuk Murid SLB
Pemanfaatan teknologi digital sebagai metode pembelajaran bagi murid-murid SLB memang sedikit berbeda. Tapi bagi Darma keberbedaan tersebut tidak menjadi persoalan. Ia pun merasa tanggung jawab sebagai guru adalah bisa melihat kemampuan dan memahami potensi masing-masing murid. Pelatihan-pelatihan penggunaan teknologi dirasa Darma cukup untuk memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya. Namun bukan berarti tanpa tantangan.
Darma mengajar di sekolah yang murid-muridnya majemuk. Di SLB 11 Jakarta, tahun ini ia mengajar untuk anak-anak tuna grahita dan tahun lalu berkesempatan saya mengajar mapel IPS. Dengan jadwal pembelajaran ‘safari’, pada waktu itu ia tidak hanya mengajar murid tunagrahita, tapi juga mengakomodir murid autis dan tuna rungu.
“Pada waktu itu tantangannya cukup banyak, ada anak-anak yang level hambatannya berat, dan ada yang ringan. Target saya yang hambatan-hambatan yang ringan saja,” terang Darma meyakini murid-muridnya bisa dan mampu untuk memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran.
“Berbeda dengan anak-anak yang level hambatannya berat, mereka lebih banyak bermain, misal hanya menonton video, tetapi anak-anak yang kategori hambatan ringan bisa lebih interaktif pembelajarannya. Mereka sudah bisa menggunakan Google Meet, Google Document,” lanjut Darma.
Darma bercerita untuk menghadapi tantangan mengajarkan teknologi pada murid-murid SLB, ia menggunakan metode coaching, dalam artian memasangkan satu murid dengan murid lain yang mempunyai kemampuan berbeda. Metode ini juga digunakan untuk menyiasati keterbatasan perangkat komputer di sekolahnya.
“Dengan metode coaching, atau teman sejawat, yang mampu bisa mengajarkan yang kurang mampu. Saya melakukan pendekatan dulu kepada ketuanya, nanti mereka mengajarkan ke kelompoknya,” kata Darma.
“Dari beberapa pelatihan yang saya ikuti, termasuk pelatihan dari Kemendikbudristek, saya jadi tahu bahwa Google Meet dapat dimanfaatkan sebagai media paparan termasuk bagi anak tunarungu. Ini saya praktekkan pada mata pelajaran IPS. Jadi dengan memanfaatkan Chromebook meskipun tanpa paparan saya bisa memberikan paparan pada anak-anak dengan memanfaatkan Google Meet,” lanjut Darma bercerita bahwa Google Meet tetap bisa digunakannya dalam situasi tatap muka.
Di SLB Negeri 1 Harau, Cicah merasa, kesempatan menggunakan teknologi adalah hal membahagiakan bagi murid-muridnya. Terlebih dengan latar belakang ekonomi keluarga di sekolahnya yang hampir secara keseluruhan menengah ke bawah. Pemanfaatan teknologi sebagai metode pembelajaran bahkan menumbuhkan semangat untuk belajar.
“Setelah saya berikan kuis interaktif, bahkan ada murid yang biasanya ke sekolah itu sekali seminggu saja, kini datang setiap hari ke sekolah,” kata Cicah.
Salah satu pencapaian terbaiknya mengajar selama 39 tahun, terang Cicah, adalah dengan membuat salah satu anak yang sebelumnya benar-benar tidak bisa membaca hingga bisa merangkai suku kata.
“Ada satu murid usianya 19 tahun, setelah saya gunakan media teknologi dan menghadirkan pembelajaran interaktif, mulanya ia tidak mengenal huruf sampai bisa merangkai suku kata dalam hitungan minggu. Masih sederhana memang. Tapi ini motivasi bagi saya untuk memperkaya lagi pengetahuan saya terkait teknologi digital,” kata Cicah mengatakan bahwa media interaktif telah membuat anak-anak sangat betah untuk belajar.