Lestari Moerdijat Bicara soal Dua Modal Penting untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Menurutnya, optimisme diperlukan untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintahan baru.
Editor: Content Writer
Wakil Sekretaris Dewan Pakar Partai NasDem, Sonny Y. Soeharso berpendapat, dalam upaya menyukseskan sejumlah program andalan pemerintahan baru harus diperhatikan kesesuaiannya dengan postur anggaran yang ada.
"Prioritas program dan postur anggaran itu harus sesuai, sehingga diperlukan juga politik anggaran yang tepat," ujar Sonny.
Menurut dia, bila penanganan sektor ekonomi nasional hanya biasa saja pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 5%.
"Perlu kebijakan, strategi dan program kerja yang tepat agar kita mampu merealisasikan pertumbuhan ekonomi 7%-8%," tambah dia.
Sonny menyarankan pemerintah mendorong peningkatan keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan pasar global, sebagai bagian upaya untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Deputy Editor In Chief CNBC Indonesia, Muchamad Ghufron mengakui Indonesia sangat lemah dalam menarik investor asing di sektor teknologi dan turunannya.
Para calon investor itu, menurut Ghufron, banyak mengeluhkan kesulitan mendapatkan kemudahan investasi dan pembebasan lahan. Karena sulit, tambah dia, para investor itu pun memilih Johor, Malaysia, untuk membangun pabrik.
Ghufron menyarankan agar pemerintah berupaya merevisi sejumlah peraturan yang menghambat investasi.
Di sisi lain, jelas dia, terkait impor kebijakan yang diambil pemerintah terkesan sangat terbuka seperti di sektor industri tekstil dam fashion, serta produk turunannya. "Untuk impor harus menciptakan kebijakan yang melindungi produk lokal," ujarnya.
Wartawan senior Saur Hutabarat sependapat untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, pemerintah harus mampu meningkatkan 3-4 kali lipat investasi langsung ke dalam negeri.
Untuk merealisasikan hal itu, ujar Saur, pemerintah harus belajar dari Singapura yang sangat disukai para investor. Di Singapura, investor dan pengusaha lokal mendapatkan perlakuan yang sama.
Di Indonesia, jelas Saur, untuk memasuki kawasan wisata Candi Borobudur saja kita memberlakukan harga tiket yang berbeda antara wisatawan asing dan domestik.
"Jadi kita hidup di lingkungan global, tetapi kita tidak bisa berlaku global. Untuk masuk kawasan Candi Borobudur saja ada diskriminasi harga tiket antara wisatawan asing dan domestik," ujarnya.
Menurut Saur, modal atau kapital itu tidak mengenal warga negara. Jadi, tegasnya, bila kita memberi perlakuan yang berbeda terhadap investor asing, pasti mereka lari ke negara lain.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia