Kinerja Bulog Beli dan Jual Beras Tidak Maksimal
Beberapa anggota DPR sudah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera mengaudit kinerja Bulog.
Editor: Content Writer
![Kinerja Bulog Beli dan Jual Beras Tidak Maksimal](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/prioritas-pengadaan-beras-produksi-dalam-negeri_20210318_213708.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Kinerja Bulog terus dipertanyakan DPR. Lembaga yang dipimpin oleh Budi Waseso ini dalam menjalankan tupoksinya tidak maksimal. Baik dalam menyerap beras petani atau pun menjualnya ke pasar.
Harga beras di Indonesia cenderung tidak stabil dan terancam kekurangan stok yang mencukupi. Petani menjerit karena harga gabah turun drastis, lantaran tak terbeli oleh Bulog. Ini membuat kesejahteraan petani terganggu.
Target serapan Bulog terhadap beras petani pada tahun 2021 sebesar 1,5 juta ton beras. Namun hingga Februari 2021, Bulog baru bisa menyerap 35.000 ton beras petani. Jumlah itu masih sangat jauh dari target, atau hanya 2,3 persen.
Beberapa anggota DPR sudah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera mengaudit kinerja Bulog. Jika terdapat adanya kerugian keuangan negara, akibat Bulog yang salah urus, menurut anggota Komisi IV DPR Daniel Johan, BPK harus menindaklanjutinya.
"Kami serahkan ke hasil pemeriksaan BPK. Tetapi memang semua BUMN harus diaudit," ujar Daniel, anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI kepada wartawan, Kamis (25/3/2021).
Sebelumnya, Dirut Bulog Budi Waseso juga mengakui akan adanya potensi kerugian keuangan negara tersebut. Ia menyebut jika terdapat 300 ribu ton beras yang gagal jual, kemudian harga per kilogram sekitar Rp8.000, maka potensi kerugian sudah mencapai Rp 2,4 triliun.
"Makanya jangan ulangi kesalahan yang sama. Itu bukan uang APBN, tapi utang bank dengan kredit komersial. Harus benar-benar dihitung dengan baik," ungkap Daniel Johan anggota DPR dari Dapil Kalbar 1.
Beberapa kesalahan Bulog juga menjadi perhatian Wakil Ketua Komisi IV Dedi Mulyadi. Mantan Bupati Purwakarta ini tak segan mengungkap sejumlah dosa besar Bulog terhadap sektor pangan di Tanah Air. Misalnya tentang kegagalan Bulog menyerap gabah petani. Ini menyebabkan para petani harus menjual hasil panen kepada para tengkulak.
"Sehingga ada titik waktu bagi para petani kecil yang memiliki kekosongan keuangan, karena menunggu hasil gabahnya menjadi beras dan laku di pasar," kata Dedi.
Dedi juga menyorot, daya serap Bulog terhadap gabah petani tergolong rendah. Bahkan harga beli Bulog juga lebih murah dari tengkulak. Misalnya, tengkulak membeli gabah dari petani Rp 4.200 per kilogram, sedangkan Bulog hanya Rp 3.800 per kilogram.
Kondisi makin parah karena Bulog tidak mampu menjual beras ke pasaran. Ini menyebabkan stok beras yang tersimpan di dalam gudang mengalami penurunan mutu dan membusuk. Sementara Bulog tak memiliki teknologi yang tepat dalam menyimpan beras.
Dedi melihat Bulog gagal dalam menjalankan tupoksinya, karena gagal membeli beras petani, dan tidak bisa menyalurkan beras yang disimpannya. Sampai dengan saat ini masih ada beras sisa impor tahun 2018 yang belum tersalurkan.
"Beli tak bisa, jual juga nggak bisa. Andaikan bisa beli impor, setelah impor tak bisa jual juga," ujar Dedi.