Golkar Apresiasi Pemerintah, TMII Harus Tetap Menggambarkan Kebhinekaan Indonesia
TMII dibangun pertama kali pada 30 Juni 1972 yang kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 April 1975.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Langkah pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) mendapatkan dukungan banyak pihak. Salah satunya dari Agung Widyantoro, anggota Komisi II DPR RI.
Anggota Fraksi Golkar dari Dapil Jawa Tengah IX menilai langkah ini akan membuat kualitas pengelolaan aset negara menjadi lebih baik. Namun ia juga meminta pengambilalihan ini jangan sampai dipolitisasi.
“Semua pihak harus bisa berpikir jernih. Tidak perlu ini dipolitisir. Niat baik pemerintah untuk mengelola TMII harus semaksimal mungkin penggunaannya untuk kepentingan rakyat,” ujar Agung.
TMII yang telah dikuasai selama 44 tahun oleh keluarga mendiang Presiden Soeharto itu diambil alih berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19/2021 tentang Pengelolaan TMII. Perpres ini menegaskan penguasaan dan pengelolaan TMII oleh Kemensetneg serta berakhirnya pengelolaan oleh Yayasan Harapan Kita.
TMII dibangun pertama kali pada 30 Juni 1972 yang kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 April 1975. Obyek wisata sejarah dan budaya yang terletak di Jakarta Timur itu tujuan awalnya adalah membangun miniatur Indonesia. Lewat berbagai anjungan daerah diharapkan masyarakat Indonesia lebih mengenal budayanya.
Tentunya pengelolaan yang kini diambil alih oleh Kemensetneg diharapkan tidak menghapus tujuan awal pembangunan TMII yang bersejarah.
“Pengelolaan oleh Kemensetneg ini jangan sampai menghapus kesejarahan dan tujuan pembangunan TMII. Karena sejarah adalah inspirasi masa depan,” ungkap Agung.
Di lahan TMII seluas 150 hektar itu masyarakat bisa menemukan berbagai keunikan budaya nasional dari berbagai provinsi. Selain itu juga sejarah panjang bangsa ini melalui museum yang ada di sana. Misalnya peta relief miniatur Indonesia berikut penyediaan airnya, Tugu Api Pancasila, Rumah Adat dari berbagai daerah serta berbagai museum dan taman satwa. Misalnya Museum Wayang, Museum Transportasi, Museum Indonesia. Yang tentunya sangat berguna untuk pendidikan masyarakat. Agung meminta hal-hal yang baik dan sudah ada di TMII serta menjadi ciri khasnya jangan sampai diubah.
“Maskot sejarah Indonesia yang berupa budaya dan suku bangsa jangan sampai tergusur. Karena warga yang tidak mampu atau yang tidak punya duit untuk terbang ke seluruh Nusantara tetap bisa menikmati keindahan budaya Nusantara lewat miniatur Indonesia di TMII,” tutur Agung.
Ia juga meminta agar TMII tetap menjadi taman budaya dan sejarah yang menggambarkan budaya dan miniatur Indonesia. Jangan sampai ciri khas itu berubah apalagi jika sampai pengelolaan jatuh ke tangan pihak yang tidak paham gagasan awal pembangunannya.
“Penguasaan oleh pemerintah jangan sampai jatuh ke tangan pihak-pihak yang ingin menghapuskan jejak sejarah perjuangan Indonesia, yang beragam budaya dan suku bangsa,” ungkap Agung.
Sebaliknya, TMII harus dibangun untuk tetap menjadi ikon budaya Indonesia yang bisa menjadi pelajaran bagi generasi muda tentang kebhinekaan bangsa Indonesia.