Pemprov DKI Jakarta Bentuk Satgas Pengendalian Pencemaran Udara dan Tutup Perusahaan Pencemar
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian Pencemaran Udara. satgas ini bisa mempercepat penanganan
Editor: Content Writer
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNNEWS.COM, GAMBIR – Sebagai bentuk keseriusan Pemprov DKI Jakarta dalam memperbaiki kualitas udara di Ibu Kota, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian Pencemaran Udara.
Pj. Gubernur Heru berharap, satgas ini bisa mempercepat penanganan polusi udara di Jakarta. Tak hanya sektor transportasi yang disebut sebagai penyumbang terbesar polusi di Ibu kota, sektor industri pun tak luput dari perhatian Pemprov DKI Jakarta.
“Tugasnya itu mengurangi polusi secepatnya dan jangka panjang. Pengawasan industri-industri terkait emisi gas buangan,” ucapnya di Pendopo Balai Kota Jakarta.
Satgas ini juga akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam menindak sumber-sumber pencemar udara yang ada di Ibu Kota. “Pengawasan kondisi terkini mereka (industri), ada indikasi gas buangnya melebihi dari yang standar pemerintah,” tambahnya.
Pengawasan dan penindakan terhadap sumber-sumber pencemar udara terus dilakukan lewat Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Inspeksi mendadak (sidak) digencarkan ke sejumlah industri yang diduga menyebabkan polusi udara di Jakarta. Hasilnya, lima perusahaan dikenakan sanksi tegas berupa penghentian sementara, karena terbukti mencemari udara.
Tiga di antaranya perusahaan pergudangan dan penyimpanan (stockpile) batu bara. Dua perusahaan berlokasi di Jakarta Utara, yakni PT Trada Trans Indonesia dan PT Tans Bara Energy. Kedua perusahaan ini dijatuhkan sanksi penghentian operasional, lantaran terbukti belum melengkapi pengelolaan lingkungan yang berpotensi mencemari lingkungan.
Pemberian sanksi itu berdasarkan perintah/kewajiban yang tercantum dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Nomor e-0054 Tahun 2023 dan Nomor e-0073 Tahun 2023.
Baca juga: Atasi Polusi Udara Jakarta, Pemprov DKI Gencar Menanam
Sedangkan perusahaan stockpile batu bara ketiga yang dihentikan operasionalnya ialah PT Bahana Indokarya Global di Jakarta Timur. Pemberian sanksi berdasarkan perintah/kewajiban yang tercantum dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Nomor e-0083 Tahun 2023.
Kepala DLH Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto menyatakan, selain belum melengkapi dokumen pengelolaan lingkungan, ketiga perusahaan ini juga melakukan pelanggaran yang sama. “Terdapat beberapa temuan pelanggaran yang sama yang sepertinya sudah menjadi masalah klasik perusahaan stockpile batu bara,” katanya.
Pelanggaran yang dimaksud Asep adalah jaring (net) yang belum terpasang secara menyeluruh di lokasi kegiatan. Kemudian, tumpukan stockpile batu bara yang belum seluruhnya ditutup dengan terpal.Pelanggaran selanjutnya yaitu belum mengelola air limpasan dari stockpile batu bara, belum mengelola sampah domestik, ditemukan bekas pembakaran sampah, serta Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (TPS LB3) yang belum sesuai ketentuan teknis.
“Kami hentikan operasional perusahaan itu sesuai Pasal 495 Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 2021,” ujarnya.
Sanksi tegas terhadap perusahaan yang terbukti mencemari lingkungan juga dijatuhkan kepada PT Merak Jaya Beton pada 30 Agustus 2023 lalu. Perusahaan Concrete Batching Plant (CBP) yang memproduksi beton siap pakai ini berlokasi di Jakarta Barat.
Sanksi penghentian operasional dikenakan lantaran perusahaan ini belum menindaklanjuti pemenuhan komitmen, dengan penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL). Selain itu, perusahaan tersebut juga diwajibkan memasang paranet (jaring yang terbuat dari plastik dengan tingkat kerapatan cukup tinggi) di lokasi sekeliling area kegiatan, sebagai langkah antisipasi pencemaran udara.
Terakhir, DLH Provinsi DKI Jakarta menindak tegas usaha pembakaran arang yang terletak di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Dalam Surat Peringatan Pertama (SP 1) yang diterbitkan pada 31 Agustus 2023 lalu, pemilik usaha diminta segera menutup usahanya, membongkar, memindahkan, dan membersihkan bangunan serta seluruh barang yang berkaitan dengan pembakaran arang.
Pemilik usaha diberikan tenggat waktu 7x24 sejak surat peringatan pertama itu diserahkan. Bila hingga waktu yang sudah ditetapkan pemilik usaha belum membongkar sendiri lapaknya, maka DLH Provinsi DKI Jakarta bakal melakukan tindakan penertiban sesuai peraturan undang-undang yang berlaku.
Asep menegaskan, pengawasan dan sidak seperti ini bakal terus dilakukan oleh DLH Provinsi DKI Jakarta, sebagai salah satu upaya mengatasi masalah polusi udara di Ibu Kota. Karena itu, ia mewanti-wanti perusahaan atau industri di Jakarta untuk tidak main-main terhadap masalah lingkungan. Ia pun meminta mereka untuk segera membenahi pengelolaan lingkungannya, agar tidak menimbulkan pencemaran.
Baca juga: Atasi Polusi Udara Jakarta, Pemprov DKI Sanksi Tilang Kendaraan Tak Lulus Uji Emisi
“Kami terus melakukan sidak kepada semua industri di Jakarta dan akan terus mengawasi perusahaan yang coba-coba merusak lingkungan dengan abai mengelola lingkungan,” tuturnya.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu menandaskan, penindakan terhadap sektor industri memang harus dilakukan Pemprov DKI Jakarta, guna mengatasi masalah polusi udara yang belakangan menjadi sorotan. Menurutnya, penyelesaian masalah polusi udara tak bisa hanya dilakukan dengan mengendalikan sumber pencemar udara di sektor transportasi saja.
“Jadi, sejatinya, kalau mau menyelesaikan masalah polusi, kita enggak bisa tebang pilih. Enggak bisa transportasi dulu, industri dulu. Semuanya harus bersama, ada rencana strateginya,” urainya.
Bondan menilai, penerapan sanksi tilang bagi kendaraan tak lulus uji emisi juga seharusnya diterapkan di sektor industri. Sanksi tegas harus diberikan kepada perusahaan atau industri yang terbukti mencemarkan udara.
“Harus ada reward and punishment sebagai efek jera. Kalau di sektor transportasi ada uji emisi, begitu juga industri harus ada uji emisinya. Lalu data emisi dibuka ke publik,” jelasnya.
Sementara itu, upaya Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi masalah polusi udara diapresiasi oleh masyarakat. Aryadita, warga Jakarta Timur, menilai, sikap tegas memang harus ditunjukkan pemerintah daerah.
Menurutnya, pemberian sanksi tegas bisa memberikan efek jera, supaya perusahaan atau industri yang ada di Ibu Kota lebih memperhatikan sisi lingkungan, sehingga masyarakat yang tinggal di sekitarnya tak terkena dampak polusi.
“Pengawasan dan pemberian sanksi tegas memang diperlukan buat bikin efek jera, supaya tak ada lagi industri yang mencemari lingkungan. Udara Jakarta sudah kotor dari knalpot kendaraan, ini ditambah lagi industri,” pungkasnya.
Baca juga: Polisi Klaim Tingkat Kemacetan di Jakarta Berkurang Karena Kebijakan WFH Pemprov DKI