Menyongsong Jakarta Kota Global Usai Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara
Jakarta bakal tak lagi menjadi Daerah Khusus Ibukota, setelah ibu kota negara pindah ke Nusantara di Pulau Kalimantan pada 2024 mendatang. Sesudah buk
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jakarta bakal tak lagi menjadi Daerah Khusus Ibukota, setelah ibu kota negara pindah ke Nusantara di Pulau Kalimantan pada 2024 mendatang. Sesudah bukan ibu kota negara, Jakarta akan menjadi kota global (global city).
Dalam diskusi virtual bertajuk ‘Menuju Jakarta Global City’, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menjelaskan, Jakarta kini tengah dipersiapkan menjadi pusat ekonomi dan bisnis.
“Jakarta bisa menjadi kota bisnis, keuangan, kota perdagangan, dan pusat jasa,” ucapnya dalam diskusi tersebut.
Baca juga: Hattrick Pemprov DKI Jakarta Juara Umum Anugerah Media Humas
Heru menyatakan, selama ini Jakarta tidak terlepas dari perannya sebagai barometer ekonomi nasional. Kondisi tersebut didukung oleh perkembangan sarana infrastruktur dan transportasi yang memadai di Jakarta.
“Kota-kota di dunia itu dinilai dari warganya nyaman atau tidak tinggal di sebuah kota, infrastrukturnya, ruang terbuka hijau berkembang tidak, pertumbuhan investasi, pengaruh ekonomi terhadap Indonesia bagaimana. Ini sudah ada semua di Jakarta, tinggal kita mempertahankan itu,” ujarnya.
Atas dasar itu, Heru memastikan, Jakarta akan tetap menjadi daerah khusus selepas tak lagi menyandang status ibu kota negara.
“Kemungkinan DKI Jakarta nanti namanya bisa menjadi Daerah Khusus Jakarta atau Daerah Khusus Ekonomi Jakarta,” tuturnya.
Baca juga: Wajah Baru Kota Jakarta: Kawasan Kumuh Disulap Jadi Asri dan Terawat
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta Atika Nur Rahmania menerangkan, Jakarta sebagai kota global memiliki visi pembangunan sebagai pusat perekonomian nasional, serta berfungsi sebagai pusat perdagangan, pusat kegiatan layanan jasa dan layanan keuangan, serta kegiatan bisnis nasional dan global.
Untuk mewujudkan hal tersebut, ada banyak tantangan yang harus dihadapi Jakarta, seperti arus urbanisasi, disrupsi teknologi, hingga perubahan iklim.
“Pertama, kepadatan penduduk dan mobilitas penduduk; unskilled labor; permukiman kumuh; kemacetan; polusi udara; perubahan iklim dan urban heat island (UHI); banjir, rob, dan penurunan tanah; persampahan; serta akses air bersih,” katanya.
Untuk menjadi kota global yang kompetitif, Jakarta perlu memiliki ekonomi yang mapan dan terkoneksi secara global; kapasitas riset dan inovasi yang baik dan menerus; ruang yang nyaman untuk dihuni; menarik wisatawan untuk berkunjung; lingkungan yang bersih, nyaman, dan berkelanjutan; serta aksesibilitas yang terkoneksi secara intra dan interkota.
Ia mengungkapkan, perlu perencanaan matang terkait kebijakan jangka panjang yang harus dipersiapkan untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota global. Seperti kebijakan ekonomi, baik sektoral maupun kawasan berstandar internasional; pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mendorong Jakarta sebagai pusat talenta global maupun domestik yang berkualitas tinggi, sehingga arus migrasi ke Jakarta menjadi produktif; penyediaan fasilitas publik maupun infrastruktur; serta tata ruang kota dalam mendorong daya saing kota untuk meningkatkan aksesibilitas, kualitas lingkungan hidup, serta penyediaan pusat-pusat inovasi.
Baca juga: Setahun Dipimpin Pj Gubernur Heru, Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Meningkat
Kemudian juga diperlukan arah kebijakan sinergi antardaerah dalam pengembangan dan pembiayaan kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi); pemerintah pusat/pemerintah daerah/BUMN/BUMN/swasta; hingga kebijakan lain yang mampu mendorong Jakarta sebagai episentrum dunia menuju kota global.
Sementara itu, analis kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menjelaskan, setidaknya ada tiga pendekatan kebijakan yang perlu diperhatikan untuk menyongsong Jakarta sebagai kota global.
Pertama, Pemprov DKI Jakarta harus memberdayakan masyarakat sehingga tidak hanya bergantung pada bantuan sosial atau subsidi semata.
“Pemprov DKI harus mengurangi sekat masyarakat antara mereka yang hidup dalam kondisi berlebih dan berbelanja di mal mewah dengan masyarakat kita yang hanya bisa membeli di pasar tradisional. Maka, bagaimana membuat masyarakat berdaya,” paparnya.
Kedua, akademisi Universitas Trisakti ini mengemukakan, seluruh jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Jakarta juga harus mengambil bagian dalam pendampingan masyarakat, khususnya kelompok miskin ekstrem.
Baca juga: Tingkatkan Pelayanan Air Bersih, PAM Jaya Hadirkan Layanan Hotline Center
“Seperti budidaya atau on farming itu bagus. Orang Jakarta bisa diorientasikan tidak semata-mata sebagai kelompok konsumtif, tapi juga bisa bertani. Banyak tanah terlantar yang bisa dimanfaatkan,” bebernya.
Ketiga, Pemprov DKI Jakarta harus menggunakan pendekatan berkeadilan dalam setiap pengambilan kebijakan. “Perlu pembenahan secara menyeluruh dalam konteks pemanfaatannya untuk publik,” pungkas Trubus.