Selangkah Menjadi Desainer Busana Muslim
Fashion adalah karya seni. Dalam mendesain busana, bebas berekspresi dan berkreasi itu penting.
Penulis: Daniel Ngantung
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Boleh dibilang, bisnis busana muslim sedang bergeliat dewasa ini. Menjamurnya brand-brand baru busana muslim, festival fashion busana muslim, dan desainer muda busana muslim, bisa jadi buktinya.
Tak heran jika misi ambisius pemerintah adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat mode busana muslim tahun 2025. Namun sebelum menuju ke sana, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Begitu banyak desainer busana muslim yang bermunculan. Sayang, beberapa diantaranya hanya sekedar mengikuti arus atau "ikut-kutan" karena bisnis ini cukup menjanjikan. Alhasil, produk yang dihasilkan tak sepenuhnya berkualitas dan bernilai daya saing lebih. Parahnya lagi, desain adalah hasil jiplakan. Padahal penting buat seorang desainer untuk memiliki sebuah identitas desain, supaya pembeli mudah mendiferensiasikan produknya dengan yang lain.
Dalam Indonesia Islamic Fashion Fair (IIFF) yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center, 30 Mei hingga 2 Juni lalu, beberapa pakar mode berbagi ilmu tentang seluk beluk dunia desain dan berbisnis mode.
Hal apa saja yang dibahas dalam workshop tersebut? Berikut ulasannya:
Out of The Box, (But) Go Inside the Box
Fashion adalah karya seni. Dalam mendesain busana, bebas berekspresi dan berkreasi itu penting. Tapi ada saatnya untuk mengerem kekreatifan Anda. Mengapa? Karena ini soal bisnis, Anda tidak mendesain untuk diri sendiri, melainkan untuk orang banyak. Bagaimana busana Anda dapat diterima, kalau tidak sesuai selera dan perilaku pasar (bisa diketahui melalui research market). Ada pula konteks kebudayaan yang harus desainer pahami.
"Desainer harus out of the box, tapi di saat yang bersamaan juga go inside the box - memperhatikan pakem yang ada," ujar Era Soekamto dalam workshop "Playing with Details".
Sebelum mendesain ada baiknya desainer menemukan DNA atau karakteristik konsep busana yang akan ditawarkan ke khalayak luas. Lalu melakukan riset pasar sehingga desainer dapat fokus menentukan pelanggan mana yang akan dipuaskan.
Pada dasarnya, kata Era, kepuasaan konsumen terhadap produk dibagi menjadi tiga tahapan yaitu functional effect, emotional benefit, spiritual approach.
Functional effect maksudnya konsumen berbusana kerana fungsinya saja. Adapun emotional benefit adalah tahapan saat konsumen memakai busana bukan karena fungsinya saja, melainkan untuk memenuhi kepuasaan batinnya.
Sementara itu, konsumen yang menganggap busana seperti agama, tidak bisa hidup tanpa merek tertentu dan rela melakukan apapun demi mendapatkan busana tertentu masuk dalam kategori spiritual approach.
"Nah, yang spiritual approach harus kita capai," ujar Era yang juga menyebut mode seperti sebuah kartu nama alias identitas diri.
Untuk mencapai tahapan tersebut, dari sisi desain sendiri, ada elemen dan prinsip desain yang perlu diperhatikan desainer.
"Biasanya materi ini didapatkan dalam sekolah mode. Tapi ada baiknya mereka yang otodidak perlu mengetahuinya," katanya.