Mudahnya Bilang Cinta, Tak Semudah Menjalankannya dengan Tulus
Cinta berarti pengorbanan. Tak semua orang siap berkorban setelah begitu mudahnya bilang cinta.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Mencintai adalah pekerjaan berat! Dalam masyarakat kita, cinta dinyanyikan, ditulis menjadi kisah, dibicarakan sebagai cita-cita yang indah yang didambakan semua orang.
Namun, sementara Madonna melantunkan nyanyian-nyanyian cintanya dan bioskop-bioskop mempertunjukkan film-fim cinta yang mesra dan indah, kenyataan hidup sehari-hari menunjukkan bahwa banyak persahabatan tidak bertahan lama, orang yang saling mencinta tidak dapat bertahan dalam hubungan cinta mereka, banyak keluarga hancur dan pecah, komunitas-komunitas tidak pernah bebas dari krisis-krisis hubungan antara anggota.
Hubungan antarmanusia ternyata begitu rapuh dan terpecah-pecah. Dulu memang kerinduan akan cinta jarang diungkapkan dengan begitu jelas, tetapi cinta yang kelihatan dalam pengalaman sehari-hari, jarang kelihatan begitu hancur seperti sekarang ini. Dalam masyarakat kita yang amat kompetitif sekarang ini amat dirasakan kerinduan untuk bersahabat, berhubungan mesra, bersatu, dan bersaudara. Namun, belum pernah terasa begitu sulit untuk memuaskan dambaan hati itu, seperti sekarang ini.
Kata yang dapat merangkum semuanya adalah “relasi”. Kita ingin keluar dari kesendirian dan kesepian kita, membangun relasi yang dapat memberikan rasa aman, memberikan kesadaran bahwa termasuk warga atau kelompok tertentu dan bahwa kita mempunyai hubungan baik. Namun, setiap kali kita mencoba untuk membangun relasi seperti itu, segera kita merasa bahwa tidaklah mudah menjadi dekat dengan siapa pun dan melihat bahwa hubungan akrab antar-sesama ternyata amat kompleks.
Kalau kita merasa kesepian dan mencari seseorang untuk mengusir kesepian kita, dengan cepat kita akan kecewa. Seseorang itu mungkin dapat membuat kita merasa lega dan tenang untuk sementara. Akan tetapi, dengan segera akan terasa bahwa dia tidak mampu memberikan kegembiraan yang bertahan lama.
Dia bukannya menghilangkan kesepian kita, tetapi menunjukkan kepada kita betapa dalamnya perasaan itu. Semakin kita berharap orang lain akan mampu memenuhi kerinduan hati kita yang paling dalam, semakin sakit pula rasanya kalau kita dihadapkan pada keterbatasan relasi manusiawi.
Kebutuhan kita akan hubungan yang akrab dengan cepat akan berubah menjadi tuntutan. Selanjutnya, kalau kita mulai menuntut cinta dari orang lain, cinta akan berubah menjadi kekerasan: elusan menjadi pukulan, pandangan mesra menjadi pandangan penuh curiga, hubungan kasih menjadi perkosaan.
Dengan melihat kerinduan orang akan cinta yang begitu besar ternyata amat erat berhubungan dengan kekerasan yang dilakukan dalam masyarakat kita, kita dihadapkan pada pertanyaan utama: manakah sisi cinta yang berat?