Ida Sutomo Sulap Ketela Magelang Jadi Brownies dan Egg Roll
Oleh-oleh khas Magelang banyak diserbu wisatawan dan pemudik saat lebaran tiba. Salah satunya adalah makanan unik yang dibuat dari olahan serba ketela
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Reporter Tribun Jogja.com, Agung Ismiyanto
TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG - Oleh-oleh khas Magelang banyak diserbu wisatawan dan pemudik saat lebaran tiba. Salah satunya adalah makanan unik yang dibuat dari olahan serba ketela pohon.
Salah satu makanan favorit yang diburu adalah Brownies Ketela. Makanan ringan nan lezat itu diolah oleh tangan warga di dekat Candi Borobudur, Kabupaten Magelang.
Mengangkat potensi pangan lokal adalah salah satu gagasan yang berada dalam pemikiran Ida Sutomo, warga Dusun Ngaran, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, untuk mengembangkan makanan dengan bahan ketela pohon. Wanita berusia 54 tahun itu kemudian menuangkan gagasannya dengan membuat olahan makanan berbahan ketela pohon dengan nama "Rumah Ketela".
Brownies Ketela adalah salah satu karya pertama Ida yang hingga kini masih mendatangkan banyak peminat. Ida memaparkan dalam proses pembuatan makanan berbahan baku ketela itu, diawali dengan membuat tepung modified Cassava (mocav).
Ida mengatakan, tepung mocav tersebut dibuatnya untuk menyikapi kenaikan harga tepung terigu. Awalnya, dia hanya mencoba-coba membuat kue pasca musibah erupsi Merapi 2010 silam. Saat itu, penginapan miliknya sepi wisatawan karena bencana tersebut.
"Waktu itu sangat sepi penginap. Saya mencoba tetap mengusahakan ada yang datang dengan memperbolehkan membayar sekedarnya. Kebetulan ada beberapa siswa yang melakukan praktek kerja lapangan (PKL) di tempat saya. Mereka sering membawa singkong atau ketela pohon dari Merapi," ujarnya.
Ida kemudian tertarik dengan ketela pohon yang menurutnya sangat tahan terhadap erupsi. Dia lantas mencoba-coba membuka beberapa referensi di internet seputar olahan ketela pohon itu. Hingga, dia membuat tepung mocav itu.
"Dari tepung mocav ini, saya terbantu untuk menyuguh tamu. Saya kemudian mencoba membuat brownies, ceriping, cake. Tepung ketela pohon ini sangat awet," ulas Ida.
Wanita berdarah Aceh ini kemudian semakin dikenal dengan inovasi yang kala itu sangat baru di wilayah Borobudur. Lewat mulut ke mulut, brownies ketela yang dibuat oleh Ida semakin dikenal. Bahkan, Ida kemudian mengikuti beberapa lomba mengenai usaha kecil.
Kerja keras Ida pun mendapatkan apresiasi dengan memperoleh Juara I lomba untuk pariwisata dan untuk usaha kecil. Dia juga dipercaya oleh Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Magelang untuk memberikan pelatihan-pelatihan di wilayah Kabupaten setempat. Ida juga kerap memberikan pelatihan bagi kelompok PKK dan warga di sekitarnya.
"Saya juga memberikan pelatihan secara gratis pada warga. Saya anjurkan datang ke rumah dan melihat proses memasaknya. Namun, jika saya harus menyediakan waktu, biasanya saya dibayar berapapun uangnya," katanya.
Kini usahanya itu sudah memiliki omzet rata-rata per bulan mencapai Rp 30 juta. Meski belum terlalu populer, Ida tidak menitipkan makanan karyanya itu ke toko oleh-oleh. Dia meminta orang untuk datang ke pusat pembelian makanan itu di Bumi Segoro, Kecamatan Borobudur.
"Saya khawatir kalau saya titipkan masuk barang tiruan dengan harga murah," paparnya.
Hingga kini, Ida telah memiliki lima orang karyawan dari usahanya tersebut. Permintaan pun terus membanjir dari luar kota seperti Semarang, Malang, Jakarta, Bandung. Bahkan, turis mancanegara yang sedang berkunjung di Borobudur.
Dia juga mengakatan, membuat kue baginya merupakan hobi yang dilakukan sejak kecil. Saat Ida masih muda, dia kerap membantu tantenya yang mempunyai usaha kue di Aceh. Sementara untuk olahan tepung mocav yang dibuatnya ini, adalah hasil kreasinya yang dibentuk beragam makanan seperti nastar, kukis, egg roll, brownies dan kue coklat mete.
Termasuk mencoba membuat wingko dan bakpia ketela. Untuk membuat kue-kue berbahan baku lokal dan bercita rasa internasional itu, dia juga banyak membaca referensi dari internet. Adapun bahan baku ketela didapatkannya dari wilayah Borobudur, Ngargogondo, Pakis, dan Kajoran.
"Saya memang sengaja mengambil ketela lokal Magelang. Kalau ada kekurangan baru cari di Temanggung," katanya.
Menjelang lebaran ini, Ida mengatakan, permintaan makanan olahan ketela yang dibanderol harga 10 ribu hingga 80 ribu ini meningkat tajam. Dia menjelaskan, permintaan brownies mencapai 300 dus per hari. Sementara jika hari normal hanya 30 dus. Permintaan itu juga untuk makanan seperti slondok, criping, egg roll, cake tape, cake pisang, dan kue sus dari ketela. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.