Misteri Cinta di Peragaan Busana 25 Tahun Didi Budiardjo Berkarya
Bagi desainer Didi Budiardjo, cinta adalah sebuah misteri, susah dipahami, dan terkadang memiliki wujud yang berbeda-beda.
Penulis: Daniel Ngantung
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bagi desainer Didi Budiardjo, cinta adalah sebuah misteri, susah dipahami, dan terkadang memiliki wujud yang berbeda-beda.
Kemisteriusan cinta inilah yang menginspirasi Didi dalam menciptakan koleksi terbarunya yang ditampilkan dalam peragaan tunggal bertajuk "Curiosity Cabinet" di Hotel Mulia, Rabu (1/10/2014) malam.
Peragaan ini sekaligus merupakan sebuah perayaan 25 tahun ia berkarya di kancah mode Tanah Air.
Didi begitu terpesona akan puisi karya pujangga Prancis Jacques Prévert yang mengisahkan ungkapan cinta sang pujangga.
Dari sekian banyak versi terjemahannya, Didi memilih versi berbahasa Arab sebagai ilhamnya di mood board untuk diinterpretasikan ke dalam sebuah koleksi yang terdiri atas 56 set busana.
"Saya pilih bahasa Arab karena saya memang tidak bisa membaca kaligrafi Arab. Cinta seperti itu bukan? Terkadang susah dipahami," ujarnya saat jumpa pers sebelum peragaan.
Adalah ciri khas Didi dalam berkarya selalu terilhami sebuah karya sastra atau musik, terutama para seniman Prancis.
Tahun lalu, ia melansir koleksi dalam sebuah peragaan bertajuk "Reverie" yang terinspirasi dari karya-karya komponis Prancis Claude Debussy.
"Curiosity Cabinet", terang Didi, menceritakan perjalanan kariernya selama 25 tahun yang penuh memori, kebangkitan dan kejatuhan, termasuk pengalamannya mengunjungi berbagai tempat di berbagai penjuru dunia yang berhasil membuatnya terkesan.
"Ada beberapa barang yang didapatkan saat traveling, saya pakai sebagai bagian dari penampilan model," ungkap desainer yang pernah memperdalam ilmu mode di Atelier Fleuri Delaporte, Paris, Prancis, itu.
Sebagai bagian dari perayaan, Didi juga mengatakan peragaannya kali ini penuh dengan elemen kejutan. Ia pun menggandeng Felix Tjahyadai, seorang skenografer, untuk membantunya menginterpretasikan elemen kejutannya melalui dekorasi-dekorasi yang unik.
Ballroom Hotel Mulia disulap menjadi alam fantasi Didi yang penuh imajinasi. Dua kuda putih raksasa menghiasi lintasan catwalk dan langitnya. Tiga gunung es berdiri sebagai latar belakang catwalk. Dari langit tampak pula hiasan-hiasan kristal seolah merefleksikan rintikan hujan.
Lampu mulai dipadamkan ketika peragaan yang mundur hampir dua jam dari jadwal itu akan segera dimulai.
Para tamu pun langsung menolehkan kepala ke arah belakang panggung, menantikan keluarnya para model. Namun mereka terkecoh karena para model muncul dari area fotografer atau di depan panggung. Begitu kejutan pertama yang Didi suguhkan di peragaannya kali ini.
Sebagai pembuka, Didi yang sejak Januari mulai menyiapkan peragaan ini menghadirkan gaun pengantin serba putih bersiluet ball gown nan megah. Alih-alih di akhir peragaan sebagai pamungkas seperti biasanya, Didi malah menampilkan gaun pengantin di awal.
Koleksi berlanjut dengan terusan-terusan bergaya oriental yang dilengkapi coat bermaterial jaquard dan damask yang indah. Hadir pula gaun-gaun panjang berhiaskan detail metalik dan ruffle.
Kejutan lain datang dari durasi peragaan yang begitu singkat. "Tadi, sewaktu gladi bersih, saya sempat menghitung dengan stopwatch . Terhitung hanya 20 menit. Model tidak akan berhenti untuk berpose," kata desainer tamatan Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo itu.
Peragaan busana dengan puluhan busana yang ditampilkan hanya dalam durasi sesingkat 20 menit, menurut Didi, boleh dibilang sebuah barang yang asing dalam sejarah peragaan busana di Indonesia.
"Kalau saya berada di peragaan busana lebih dari 30 menit, rasanya gelisah. Peragaan busana haruslah lugas, tegas, dan padat sehingga pesan desainer dalam koleksinya dapat tersampaikan dengan baik," katanya kepada Tribunnews.com usai jumpa pers.