Tren Busana Muslim 2015 Tak Seheboh Tahun Sebelumnya
Dengan semangat menjadikan Indonesia sebagai kiblat fesyen dunia, para perancang tersebut mengusung tren anyar berjuluk hijab ready to wear.
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Laisa Khoerun Nissa
TRIBUNNEWS.COM - DI ranah fesyen, pergantian tahun identik dengan perputaran tren busana terbaru. Rotasi tren tersebut berlaku dalam berbagai khasanah busana, termasuk busana muslim.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, selalu dianggap sebagai pengusung tren terdepan di ranah busana syar'i. Apalagi beberapa waktu belakangan, karya-karya desainer muslim negeri ini selalu mencuri perhatian dari para fashionista di seluruh dunia.
Jelang pergantian tahun, sederet perancang muslim yang tergabung dalam APPMI Jawa Barat tak mau ketinggalan unjuk karya terbarunya. Dengan semangat menjadikan Indonesia sebagai kiblat fesyen dunia, para perancang tersebut mengusung tren anyar berjuluk hijab ready to wear.
"Di tahun 2015, saya meramalkan tren busana yang akan booming akan bergeser pada tema ready to wear. Baik dari sisi siluet, motif dan warna, tidak akan seheboh tahun-tahun sebelumnya. Semua dipastikan lebih simple namun elegan," ujar Ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Jawa Barat, Harry Ibrahim, dalam fashion show di Bandung, dua pekan lalu.
Ready to wear bisa dimaknai sebagai busana siap pakai. Bersifat multifungsi dan bisa dikenakan di semua forum, busana ready to wear yang diusung para perancang tersebut memiliki karakter sederhana namun manis dikenakan dalam keseharian.
Meski mengusung kesan sederhana, bukan berarti deretan busana yang dipamerkan minim konsep. Gaya ready to wear yang ditampilkan justru dibalut dalam nuansa edgy dan universal. Tak jarang, rancangan yang ditampilkan terasa lebih eksentrik dan out of the box tanpa harus meninggalkan unsur syar'i.
Beberapa rancangan juga tetap mempertahankan desain dan motif yang memperlihatkan khasanah tradisi Indonesia bahkan mengeksplorasi keindahan alam Nusantara. Konsep tersebut diterjemahkan pada siluet yang unik, kaya warna dan dibalut permainan material yang digunakan.
Perancang muda Anggiasari Mawardi misalnya. Berbalut tema Serenity of Papua, keelokan alam dari Raja Ampat, Papua menjadi inspirasi Anggia ketika membuat rancangan busana miliknya.
Anggia memadukan warna-warna bernuansa pantulan warna air Raja Ampat dan keindahan terumbu karang dari daerah yang tersohor akan pantai dan lautnya tersebut. Untuk bahan, Anggia menggunakan materi berbahan sutra dan beberapa kain lokal Indonesia, seperti sutra Cirebon dan tenun Palembang.
Keindahan Papua juga menjadi inspirasi bagi Yemi Sudibjo. Busana tradisional Papua, koteka, menjadi inspirasi terutama lewat pemilihan warna-warna coklat, biru dan warna tanah dan air. Ornamen dan aplikasi ala Tanah Papua turut disertakan lewat penggunaan asesoris kepala, tangan dan manik-manik berwarna warni.
Sementara Malik Moestaram menampilkan tema AkarSaka. Desainer asal Bandung ini mengolaborasikan tiga akar budaya, yakni Indonesia, Cina dan Gujarat.
Sebagaimana ciri khas Malik, ia tetap menyuguhkan gaya ready to wear dengan cita rasa mewah. Unsur glamor ini terwakilkan lewat ramuan warna emas, biru, silver, hitam, dan krem.
Di sisi lain, Herman Nuary mendeskripsikan gaya ready to wear lewat busana bertema Up Town Girl. Dalam rancanngannya, Herman mengangkat kehidupan kosmopolis, sisi urban dan modernitas dengan penggambaran aneka ragam suku dan latar belakang penduduk di dalamnya.
Herman mempersembahkan siluet gamis dan abaya panjang modern dengan material tenun Bali, Kalimantan Timur, Papua, Sumbawa, NTT dan material kontemporer ala Jakarta. (isa)