Komunikasi dan Rasa Percaya Cegah Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga
Dengan konflik itu kita jadi tahu apa yang kita tidak suka dari pasangan dan apa yang dia mau.
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribun Lampung Eka Ahmad Solichin
TRIBUNNEWS.COM, BANDARLAMPUNG - Mayoritas pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dilakukan oleh kaum laki-laki.
Saat pasangan suami istri tidak bisa menyelesaikan masalah di dalam rumah tangga akan berujung kepada konflik.
Diah Utaminingsih, S.Psi, MA., Psi, Dosen FKIP Universitas Lampung (Unila), konflik itu sendiri sebenarnya ada sisi positif dan sisi negatifnya.
Asalkan konflik tersebut kita dapat selesaikan dengan baik atau win-win solution.
"Dengan konflik itu kita jadi tahu apa yang kita tidak suka dari pasangan dan apa yang dia mau. Namun yang menjadi masalah adalah konflik itu tidak bisa terselesaikan sehingga memunculkan emosi yang lebih meledak-ledak," katanya, Selasa, 25 September 2018.
Ketika seorang suami tidak mampu mengontrol emosinya dan memiliki kecenderungan bersikap konfrontatif dan melakukan konflik dengan cara fisik maka terjadilah KDRT.
Masing-masing pasangan itu sebenarnya harus bisa memahami karakter masing-masing. Lalu, komunikasi, karena menjadi kunci utama.
Baca: Rentan KDRT dan Kemiskinan, Tren Pernikahan Anak Harus Segera Dihentikan
"Contoh, ada rumah tangga yang sepertinya baik-baik saja. Namun ketika ada suatu masalah langsung menjadi besar, dan kemudian terjadi KDRT," tuturnya.
Bisa jadi sebenarnya bukan baik-baik saja, akan tetapi ada segumpalan masalah yang tidak terkomunikasikan ketika sampai puncaknya akhirnya menjadi bom waktu sehingga itu menjadi salah satu ajang bagaimana meluapkan rasa marah yang disimpan.
Pasangan juga harus memiliki tujuan mau dibawa kemana keluarga dan bagaimana membanguan keluarga tersebut.
Jadi, misalkan tujuan keduanya sudah tidak sama maka tidak bisa berjalan bersama sehingga harus memiliki konsep bagaimana cara mendidik anak, mengatur hal-hal operasional dalam rumah tangga.
Walaupun sebenarnya tidak lepas semua itu kuncinya adalah komunikasi dan membangun rasa percaya.
"Kemudian perlu bagi pasangan beranjak usia memasuki pertengahan dalam episode perkawinan meluangkan waktu bersama sejenak (quality time) tanpa gangguan anak-anak, sehingga merefresh kembali kenangan mereka," terangnya. (eka)