Nuniek Melestarikan Tarian Indonesia Lewat Misi Budaya
Nusantara Art Forum (NAF) kembali berpartisipasi dalam Chingay Parade, acara tahunan yang merupakan bagian dari perayaan Imlek di Singapura.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Nusantara Art Forum (NAF) kembali berpartisipasi dalam Chingay Parade, acara tahunan yang merupakan bagian dari perayaan Imlek di Singapura.
“Ini kali ke-10, saya ikut Chingay Parade,” kata Nuniek Mokoginta, Founder NAF, yang sudah rutin mengirimkan delegasi dari Indonesia sejak 2009.
Baca: Motor yang Dikendarainya Tergelincir, Mahasiswi Ini Tewas Terlindas Truk
Baca: Laga Sriwijaya FC vs Bali United, Pemain Kenakan Pita Hitam di Lengan, Ini Alasannya
“Waktu itu di depan bangunan yang sekarang menjadi National Gallery Singapore. Nah, setelah saya tampil berikutnya tari Reog, lalu saya ngomong sama KBRI kalau saya juga dari Indonesia jadi kenapa harus pisah-pisah? Sejak itu 2010, kita bergabung dengan KBRI.”
Menari adalah passion Nuniek. Siapa sangka bahwa ibunya sempat melarangnya menjadi penari.
Baca: Huawei Merangkul Pengguna untuk Maksimalkan Penggunaan Smartphone untuk Fotografi
Baca: Untuk Penghematan, Sandiaga Usulkan Konsumsi Pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali Pakai Nasi Ulam
“Karena beliau bilang saya tidak bisa hidup dari menari. Tapi saya selalu belajar menari. Tari Jawa dari umur 5 tahun sampai 11 tahun lalu saya pindah belajar menari Bali tapi umur 9 sampai 11 tahun saya juga belajar balet,” kata Nuniek. “Waktu anak saya ikut misi budaya ke luar negeri tahun 2006, saya menemukan kembali jiwa saya.”
Misi budaya membuat Nuniek sering ijin dari kantor dan kemudian memutuskan berhenti bekerja agar bisa fokus ke kegiatan yang menjadi passionnya itu. “Passion saya memang menari dan memang saya inginnya ya kembali ke dunia panggung meskipun sekarang lebih ke yang di balik layar.”
NAF didirikan oleh Nuniek pada tahun 2006 dengan misi awal membantu para seniman dan musisi mendapatkan pekerjaan untuk hidup sehari-hari. Kemudian berkembang menjadi misi budaya yang mengirimkan generasi muda Indonesia menari ke luar negeri.
“Show pertama yang kita buat itu tahun 2007 di GKJ (Gedung Kesenian Jakarta). Ketika itu belum ada yg namanya School Show di seluruh sekolah di Indonesia jadi saya ingin melihat animonya dan ternyata responnya positif dan anak-anak senang. Dari situ saya tahu bahwa anak-anak banyak tidak tahu tentang songket dan budaya Indonesia,” jelasnya.
Menari di luar negeri, menurut Nuniek, juga menjadi motivasi sendiri bagi anak-anak Indonesia untuk lebih mengenal budayanya.
Selain menjadi kebanggaan karena tampil di depan umum, para penari muda ini memiliki tanggung jawab untuk menjadi perwakilan Indonesia.
Selama di Singapura, para delegasi juga mendapatkan pengalaman untuk menjadi mandiri karena mereka harus mengurus diri sendiri dan menginap di boarding school.
Karena itulah Nuniek bersikeras mengirimkan penari ke Chingay Parade secara rutin. Tahun ini, Indonesia mengirimkan delegasi 50 orang melalui NAF dan KBRI yang diserahkan kepada Universitas Negeri Medan (UniMed).