Kisah 3 Womenpreneur Cantik yang Menginspirasi Versi SIRCLO Store
Wanita merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Menurut Bank Indonesia, pengusaha wanita di Indonesia
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wanita merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Menurut Bank Indonesia, pengusaha wanita di Indonesia berhasil menyumbang 9,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara pada tahun 2017.
Data dari Kementerian Ketenagakerjaan pun melihat tren positif dimana jumlah pengusaha wanita Indonesia terus meningkat tiap tahunnya, mencapai angka 14,3 juta pada tahun 2018.
Salah satu faktor yang mendukung tren tersebut ialah hadirnya pemain teknologi seperti SIRCLO yang memberikan kemudahan bagi siapapun untuk membuka usaha sendiri dengan membuat toko online.
Turut merayakan Hari Kartini, SIRCLO dalam keterangan persnya membagikan kisah inspiratif dari tiga cantik sekaligus womenpreneur yang sukses membangun bisnis bersama SIRCLO. Tiga sosok ‘Kartini modern’ ini diharapkan bisa menjadi panutan bagi calon wirausahawan wanita lainnya di kemudian hari.
Dinda Dwi Wahyuni, Pemilik Pulchra Gallery
Kisah wirausaha Dinda Dwi Wahyuni bermula dari keputusannya untuk berhenti bekerja penuh waktu agar bisa mengurus dan mendampingi anak pertamanya yang pada saat itu berusia 6 bulan.
Pun begitu, ia mendapatkan dukungan dari suami untuk ikut membantu ekonomi keluarganya dengan mendirikan Pulchra Gallery pada akhir tahun 2013.
“Saya memilih jenis usaha ini karena saya memiliki ketertarikan di dunia fashion. Meski skill desain apalagi menjahit sangat minim, tapi saya mencoba terus belajar,” jelas Dinda.
Berawal dari kegiatannya menjual produk fashion yang dibeli secara grosir di Pasar Tanah Abang, ia berhasil membangun Pulchra Gallery sebagai salah satu brand modest wear dengan jumlah pelanggan yang terus meningkat.
Dalam bergelut dengan pembagian waktu mengurus keluarga dan bisnis, Dinda menemui banyak hambatan dalam usahanya.
Di tahun ketiga Pulchra Gallery dirintis, Dinda mengalami kerugian dengan jumlah yang cukup besar.
“Saya mengalami dua kali kerugian yang cukup besar, dengan nilai puluhan juta yang disebabkan karena adanya kegagalan produksi. Meskipun saat itu sangat sedih dan sempat down, saya bertekad untuk bangkit lagi. Saya anggap itu adalah sebuah ujian dan nilai kerugiannya adalah ‘uang sekolah’ saya”, cerita Dinda.
Lebih lanjut, Dinda juga mengatakan bahwa alasan utamanya bangkit adalah karena ia memikirkan semua orang yang terlibat dalam usaha ini.
“Semua orang yang terlibat dalam usaha ini tidak butuh sedih dan air mata saya. Mereka ingin dan butuh saya kembali bangkit dengan cepat dan dua kali lebih kuat.”
Menurut Dinda, ada tiga langkah yang perlu diambil dalam membangun bisnis.
Pertama, buatlah bisnis yang bidangnya familiar, agar proses dan lelahnya dalam merintis usaha tersebut dapat dinikmati.
Kedua, buatlah pencatatan keuangan yang memadai.
Hal ini nantinya dapat dijadikan sumber data yang berguna dalam pengambilan keputusan bisnis dan bermanfaat pula dalam mengetahui grafik pertumbuhan secara nyata.
Ketiga, buatlah sistem manajemen yang baik. Dengan sistem delegasi dan pemetaan yang baik, kita bisa fokus terhadap pekerjaan yang kita lakukan dan bisnis bisa dilakukan dengan lebih mudah.
Mutiara Kamila Athiyya, Pemilik THENBLANK
Jiwa entrepreneur sudah dimiliki Mutiara Kamila Athiyya sejak dirinya duduk di bangku sekolah dasar.
Berawal dari berjualan mainan saat SD, di usia remajanya, tepatnya saat duduk di SMA, Mutiara merintis sebuah clothing line sendiri.
THENBLANK kemudian lahir menawarkan tiga nilai penting untuk perempuan Indonesia: easy design, easy to get, and easy to wear.
“Kendala yang paling dirasakan adalah di saat harus membagi waktu sekolah dan bisnis, terlebih ketika sudah masuk ke perguruan tinggi,” jelas Mutiara yang teringat dengan rutinitasnya singgah dari pasar ke pasar naik kendaraan umum untuk mencari kain di sela-sela kesibukan kuliah.
Mutiara pun menghadapi sejumlah persoalan yang kerap terjadi bagi bisnis manapun, mulai dari pengalaman ditipu oleh pelanggan, hingga kesalahan produksi yang mengakibatkan ribuan produk yang tidak bisa dijual.
Namun, berkat kegigihannya, THENBLANK terus eksis menjual lebih dari 7.000 produk setiap bulannya.
Perjuangan ini juga mendatangkan penghargaan Business of the Year UI 2016 dari Direktorat Inovasi dan Inkubasi Bisnis UI.
Jika merasa tertarik untuk memulai usaha sedini mungkin, Mutiara punya rahasia tersendiri. Rahasia yang dimaksud bukan modal yang besar, melainkan inovasi.
“Jangan pernah berhenti berinovasi. Inovasi adalah kunci berkembangnya suatu bisnis. Be the one smarter, faster, and better. Bisnis yang baik bukan dilihat sekadar dari valuasinya saja, tapi juga dari nilai lain yang tidak bisa diukur oleh angka, yaitu berdasarkan manfaat yang ditawarkan untuk masyarakat dan lingkungan sekitar.”
Regina Rafika, Pemilik ATS The Label
Nama ATS The Label sudah semakin banyak dikenal. Fashion line dengan konsep minimalis elegan ini sangat mudah untuk dikombinasikan, sehingga membuat pelanggannya jatuh cinta.
Di balik kesuksesan ATS The Label, ada tangan dingin seorang Regina Rafika yang masuk ke dalam.
Sedari duduk di bangku SMA, Regina sudah mencoba berjualan. Akan tetapi, di masa tersebut dirinya baru memulai dengan barang-barang vintage. Menginjak bangku kuliah, Regina memutuskan untuk terjun dan mengikuti kata hatinya dengan menempuh bidang fashion design di Instituto di Moda Burgo Indonesia.
Dari sinilah, Regina mulai terpikir untuk membuat brand yang bisa memadukan women’s fashion yang sedang trend dengan sentuhan gayanya sendiri.
“Sejak awal launch, ATS sudah berbasis online; melalui mulut ke mulut, yang kemudian lanjut ke media sosial seperti Friendster, Facebook dan Twitter untuk berjualan, sampai saat ini menggunakan webstore dan kanal marketplace,” ujar Regina.
Ia mengaku bahwa dirinya sempat kewalahan dengan banyaknya pertanyaan maupun request dari peminat dan pelanggan lewat WhatsApp dan LINE.
Berawal dari kewalahan itu, ATS The Label kemudian mengarahkan pelanggan untuk mengacu pada webstore yang dibuat di SIRCLO, di mana semua informasi yang mereka butuhkan sudah tertera dengan jelas dan lengkap.
“Lama-lama, pelanggan bisa ‘menerima’ dan menggunakan platform online selling secara efektif, sehingga ATS The Label dapat menempatkan fokus pada desain yang semakin inovatif, juga ekspansi lini produk,” jelas Regina.
Dengan rancangan ATS yang unik dan diminati oleh segmen pasar yang luas, terdapat banyak brand fashion yang ingin meniru desain koleksi ATS The Label. Regina pun tidak banyak ambil pusing, katanya.
“Yang jelas, saat ini hanya saya yang merancang pakaian yang diproduksi oleh ATS The Label, sehingga keunikan desain tetap terjaga, sesuai dengan karakter brand-nya.”
Bila tertarik untuk mendulang kesuksesan serupa, Regina punya sedikit pesan untuk para pembaca.
“Jika kamu masih baru banget di dunia bisnis, mulailah usaha dari yang kecil-kecil dulu, jangan langsung mengeluarkan modal dan upaya yang terlalu besar. Bukan untuk main aman, tapi kamu harus bisa menilai potensi produk kamu di pasar dan juga mengasah kemampuan untuk berjualan, baik online maupun offline.”