Perempuan Masih Alami Diskriminasi Terkait Hak Kesehatan Reproduksi dan Perannya dalam Masyarakat
Pembangunan peradaban suatu negara yang maju, tentunya harus didukung pula dengan keberadaan keluarga
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembangunan peradaban suatu negara yang maju, tentunya harus didukung pula dengan keberadaan keluarga yang berkualitas.
Dan demi menjamin terciptanya keluarga yang berkualitas ini, kaum perempuan harus memperoleh haknya dalam memperhatikan kesehatan reproduksinya.
Seperti yang disampaikan Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin yang menyampaikan pentingnya pemberdayaan terhadap perempuan.
Peempuan memiliki hak untuk menentukan kapan ia ingin menjalani program kehamilan hingga penggunaan kontrasepsi.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam acara bertajuk 'Perempuan Indonesia, Perempuan Andalan' untuk merayakan Hari Perempuan Sedunia sekaligus memperingati 20 tahun kiprah brand kesehatan kontrasepsi Andalan di Indonesia.
Baca: Detik-detik Pertemuan Raffi Ahmad & Yuni Shara Dibongkar Kristina, Ada Salam Tak Tersampaikan
Baca: Ramalan Zodiak Senin 9 Maret 2020: Waktunya Virgo Introspeksi & Taurus Siap Dapat Kejutan Hari Ini
Baca: Update CPNS 9 Maret 2020: Kelulusan Passing Grade SKD Tiap Formasi, Ini Jadwal Pengumuman Hasil SKD
"Termasuk dalam mengambil keputusan perencanaan kehamilan dan kelahiran, serta pemakaian kontrasepsi adalah upaya untuk perempuan menciptakan keluarga yang berkualitas," ujar Mariana, di Tribeca Park, Kompleks Central Park Mall, Jakarta Barat, Minggu (8/3/2020) sore.
Kendati demikian, ia melihat bahwa saat ini masih banyak yang mendiskriminasi hak-hak perempuan, terutama terkait kesehatan reproduksi mereka.
"Namun sayangnya, masih banyak Peraturan Perundang-Undangan yang tidak ramah perempuan di Indonesia, menjadi salah satu kendala dalam pemberdayaan perempuan," jelas Mariana.
Head of Marketing DKT Indonesia dan Andalan Ade Maharani mengatakan bahwa pihaknya sengaja menghadirkan acara talkshow inspiratif yang berfokus pada tema khusus mengenai hak kesehatan reproduksi serta pemberdayaan perempuan.
Hal ini dilakukan sebagai upaya brand Andalan dalam mendukung perlindungan terhadap kesehatan dan pemberdayaan para perempuan.
"Kami ingin menjadi sahabat bagi perempuan Indonesia untuk perlindungan kesehatan mereka, yang selalu memahami, serta memberikan rasa nyaman dan aman untuk perempuan menghadapi peran mereka di masyarakat," kata Ade.
Acara tersebut dimeriahkan pula oleh fashion show koleksi dari Cotton Ink yang menampilkan berbagai komunitas perempuan.
Kemudian ada pula sesi bugar 'Pound Fit' bersama Ullie Iswara dan sesi Cooking Demo masakan sehat untuk mencegah anemia bersama Chef Edwin Lau.
Menariknya, para perempuan yang datang dalam acara ini juga bisa berfoto menggunakan kata-kata positif di Breakthrough Wall yang disediakan selama berlangsungnya acara tersebut.
Acara ini diperkirakan dihadiri oleh lebih dari 1.000 perempuan yang turut berpartisipasi memeriahkan acara.
Ade menambahkan bahwa setiap tahunnya, pihaknya berhasil membantu 8,5 juta pasangan dalam proses perencanaan keluarga, serta mencegah 5.000 kematian bayi dan 1.100 kematian ibu di Indonesia.
Perlu diketahui, sebagai sosok yang akan dan telah melahirkan generasi penerus bangsa, permasalahan kesehatan reproduksi turut menimbulkan kekhawatiran bagi mereka.
Berbagai survei dan laporan pun menunjukkan sejumlah masalah yang dialami kaum perempuan terkait kesehatan.
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017, menunjukkan bahwa dari 4,8 juta kelahiran di Indonesia setiap tahunnya, hanya 52 % bayi di bawah umur 6 bulan yang menerima ASI Eksklusif.
Hal ini dipicu satu diantaranya oleh faktor stres yang dialami para ibu dan tidak adanya dukungan sosial untuk mereka.
Data dari survei yang sama juga menunjukkan bahwa 7 % dari perempuan berusia muda yang memiliki umur antara 15-19 tahun telah menjadi ibu.
5 % diantaranya sudah melahirkan, sedangkan 2 % lainnya sedang mengandung anak pertama.
Kemudian berdasar pada data yang dimiliki Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2016 menyatakan 300 ibu meninggal setiap minggunya karena hal yang berkaitan dengan kehamilan maupun pada saat mereka melahirkan.
Sementara data dari laporan HIV triwulan II tahun 2019 Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa saat ini ibu rumah tangga masih menjadi salah satu kelompok yang rentan terinfeksi HIV.
Mirisnya, di antara mereka, rata-rata baru tersadar terkait status HIV-nya pada saat sudah terkena AIDS dan mayoritas dari perempuan tersebut tertular penyakit ini dari suami mereka.
Selanjutnya menurut laporan SDKI 2017,
terdapat 11 % perempuan Indonesia yang belum terpenuhi kebutuhannya dalam memperoleh kontrasepsi.
Hal ini karena mereka kesulitan mendapatkan akses terhadap alat tersebut.
Bahkan, larangan suami juga menjadi faktor penghalang bagi para perempuan ini untuk berkontrasepsi.
Sedangkan untuk pemberdayaan perempuan, terdapat sejumlah temuan terkait permasalahan ini.
Data dari SDKI 2017 menunjukkan bahwa masih ada 32 % perempuan yang percaya bahwa seorang suami dibenarkan untuk memukuli istrinya dalam keadaan tertentu.
Lalu laporan dari Catatan Tahunan (CATAHU) 2020 Komnas Perempuan menyatakan bahwa pada tahun 2019, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 431.471 kasus atau meningkat 6% dari tahun sebelumnya.
Dari data tersebut, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi yang paling menonjol, disusul kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas atau publik.
Selain itu, kekerasan terhadap anak perempuan juga mengalami peningkatan sebesar 16 % pada tahun 2019.