Kisah Haru Wisudawan Terbaik soal Pendidikan di Tanah Papua, Hanya Miliki Satu Guru & Buku Terbatas
Kisah dari dari wisudawan terbaik soal pendidikan di tanah Papua. Hanya miliki satu guru dan buku yang terbatas.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Sosok Neas Wanimbo menjadi sorotan setelah kisah wisudanya menjadi viral di jagat maya.
Neas merupakan putra Papua yang menjadi mahasiswa terbaik di Tanri Abeng University pada Agustus 2019 lalu.
Meski jadi wisudawan terbaik, sayangnya keluarga Neas di Papua, tidak ada yang menghadiri wisudanya.
Pasalnya, keluarga Neas tidak memiliki biaya untuk menyaksikan wisudanya di Jakarta.
Namun, kisahnya menjadi viral setelah dia kembali ke kampung halaman dengan memperlihatkan ijazah kepada keluarganya.
Alhasil, keluarga dari anak pedalaman Papua ini menjadi terharu dan bahagia mendengar prestasi yang dilakukan Neas.
Bahkan, sang ibu langsung menangis setelah tahu anaknya telah diwisuda.
Padahal, ibunya sudah menyiapkan baju khusus agar bisa menghadiri wisuda anaknya.
Saat dikonfirmasi, Neas mengaku terharu kala ceritanya menjadi viral di sosial media.
Ia berharap agar ceritanya bisa menjadi inspirasi bagi anak pedalaman lain yang memiliki cita-cita tinggi.
"Saya merasa terharu dan semoga ini bisa menjadi inspirasi."
"Terutama bagi anak pedalaman biar lebih rajin belajar dimanapun teman-teman berada dan bisa menginspirasi bahwa latar belakang kita tidak membatasi kita," ungkap Neas kepada Tribunnews, Kamis (24/6/2020).
Baca: Viral Wisuda Putra Papua Tak Dihadiri Orang Tua karena Biaya, Sosoknya Berprestasi Keliling Dunia
Kini, Neas tengah menjalankan project yang berfokus pada pendidikan di Papua.
Projet yang dilakukannya, merupakan buntut dari pengalaman pribadinya sendiri.
"Saya sekarang sedang fokus pada pendidikan di Papua."
"Saya dan teman-teman mengkampanyekan betapa pentingnya pendidikan karena bisa membawa perubahan untuk masa depan Papua."
"Dulu saya tidak punya guru dan buku tulis, jadi impian saya kedepannya berusaha supaya pendidikan di Papua bisa merata," ungkap pria berusia 25 tahun ini.
Baca: VIRAL Putra Papua Jadi Wisudawan Terbaik, Ungkap Kala Orang Tua Tak Bisa Datang karena Kendala Biaya
Dibantu teman-temannya, Neas menggagas sebuah project bernama Hana Wene sejak 2017 lalu.
Project tersebut berfokus pada pendidikan di pedalaman Papua.
Neas mengaku kondisi kekurangan guru dan buku, masih terjadi di Papua.
Untuk itu, project tersebut bertujuan untuk membangun perpustakaan sebanyak mungkin agar menekan angka buta huruf di Papua.
Hingga kini, enam perpustakaan telah dibangun di Provinsi Papua dan Papua Barat.
"Jadi Hano Wene ini harapan saya walau hanya memiliki satu guru dan tidak memiliki buku, tetapi adik-adik ini bisa belajar mandiri."
"Saya juga ingin melalui project ini bisa memperjuangkan buta huruf di Papua dan bisa meningkatkan minat baca," terangnya.
Baca: Pemerintah Terus Dorong Pembangunan Infrastruktur dan SDM di Papua
Cerita Neas tentang pendidikan di kampungnya
Adapun, Neas menceritakan tentang realita pendidikan di kampung halamannya.
Ia mengaku beruntung karena bisa mendapat kesempatan untuk bersekolah di Kota Jayapura.
Setelahnya, ia juga mendapat beasiswa untuk meneruskan pendidikan di Ibukota.
"Saya salah satu anak dari pedalaman Papua yang bisa mendapat kesempatan untuk bersekolah di Jayapura."
"Lalu saya dapat beasiswa lagi ke Jakarta," ungkap Neas.
Baca: Faktor Pendidikan Dinilai Hambat Kemajuan SDM di Papua
Di kampung halamannya, di dasa Tangma Kabupaten Yahukimo, Wamena, sulit mendapatkan listrik dan sinyal.
Bahkan, keluarganya baru mengetahui kabar Neas ke Jakarta setelah dua tahun dirinya berkuliah.
"Waktu saya kuliah ke Jakarta orang tua saya tidak tahu, karena di kampung saya tidak ada listrik dan sinyal."
"Baru sekitar dua tahun sejak saya kuliah mereka baru tahu," tuturnya.
Neas pun menceritakan pengalaman saat bersekolah di kampung halamannya.
Ia mengaku hanya memiliki satu guru saat sekolah dan tidak memiliki buku untuk dibaca.
"Waktu saya SD, kami hanya memiliki satu guru disana dan tidak memiliki buku untuk dibaca."
"Karena kondisi kami di pedalaman, jadi kondisi semuanya serba sederhana dan tidak lengkap (fasilitasnya, red)," jelasnya.
Baca: Penerapan Otonomi Khusus Kurang Tepat Sasaran Akibatkan Masyarakat Papua Tidak Kunjung Sejahtera
Oleh karena itu, dirinya jarang sekali menghubungi keluarganya di kampung.
Namun, saat ini di kampung halamannya sudah ada sinyal.
Meski harus menaiki pegunungan di Wamena terlebih dahulu.
"Sekarang mama bisa telepon saya tapi dia naik gunung dulu."
"Saya jarang sekali telepon, tapi mereka yakin saya akan sehat-sehat dan menjalani semuanya dengan baik, saya yakin mereka suport," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.