4 Larangan saat Membeli Hewan Kurban, Serta Hukum Berkurban yang Dilakukan Secara Kolektif
Ada empat larangan yang menyebabkan hewan tidak sah apabila digunakan untuk berkurban.
Penulis: Nuryanti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Umat Islam merayakan ibadah Kurban pada perayaan Hari Raya Idul Adha setiap 10 Dzulhijjah.
Hewan yang akan disembelih untuk Kurban, harus dipilih secara cermat saat membelinya.
Sebab, ada syariat yang harus dijalankan, seperti harus jantan, sehat, dan berumur.
Dikutip dari Baznas.go.id, untuk sapi dan kambing, umurnya adalah 2 tahun memasuki umur ke 3 tahun.
Sementara, jika domba harus memasuki tahun ke 2, sedangkan unta telah genap 5 tahun dan memasuki tahun ke 6.
Ada 4 larangan yang menyebabkan hewan tidak sah digunakan berkurban.
Maka dari itu, perlu diperhatikan sebelum mencari atau membeli hewan Kurban.
Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Al-Bara bin Azib radhiyallahu anhu sebagai berikut:
1. Hewan yang buta, buta sebelah, atau jelas butanya
2. Hewan yang sakit, dan nampak jelas sakitnya
3. Hewan yang pincang, dan sangat jelas pincangnya
4. Hewan yang sangat kurus, bahkan seperti tidak terlihat dagingnya.
Hukum Kurban Secara Kolektif
Tiga jenis hewan yang akan dikurbankan, yakni unta, sapi, dan kambing, memiliki ketentuan yang berbeda beda.
Unta dan sapi dapat dilakukan secara bersama-sama atau kolektif sebanyak tujuh orang, sementara kambing hanya satu orang saja.
Apabila tak mampu berkurban seekor sapi perorangan, membayar kolektif bersama-sama dengan tujuh orang merupakan solusinya.
Selain itu, tidak ada larangan jika satu orang menyumbang seekor unta atau sapi.
Sebab, semua kembali pada kondisi ekonomi masing-masing orang.
Dikutip dari Baznas.go.id, hukum kurban dalam Islam secara kolektif juga diperbolehkan.
Hal ini juga pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW.
Namun, terdapat ketentuan di dalamnya, misalnya saja pada kambing.
Satu ekor kambing diperbolehkan disembelih untuk satu keluarga, tapi kurbannya atau penyebutan namanya tetap untuk satu orang saja.
"Pada masa Rasulullah SAW, ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya."
(HR. Tirmidzi no. 1505, Ibnu Majah no. 3138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Al Irwa no. 1142).
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu beliau mengatakan,
"Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah SAW, lalu tibalah Hari Raya Idul Adha. Maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk kurban seekor unta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang."
Untuk urutan keutamaan hewan yang dikurbankan adalah unta, sapi, kambing domba, kambing kacang, kurban unta kolektif, kemudian yang terakhir kurban sapi kolektif.
Tolak ukur urutan afdhaliyyah ini pertama dititikberatkan kepada sisi kuantitas daging.
Sehingga, unta lebih utama dari sapi, sapi lebih utama dari domba, sebab lebih banyak daging yang dikurbankan.
Pertimbangan kedua mengacu kepada sisi kualitas daging.
Oleh sebab itu, domba lebih utama daripada kambing kacang.
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami berkata:
"Kurban yang paling utama adalah unta, sapi, domba, kambing kacang, unta kolektif kemudian sapi kolektif.
Sebab masing-masing dari apa yang telah disebutkan lebih baik dari urutan setelahnya, maksudnya karakternya memang demikian."
(Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, juz 6, hal. 615, Dar al-Minhaj).
Tentunya umat muslim dapat memaknai ibadah Kurban sebagai jalan untuk berserah diri untuk segalanya kepada Allah SWT.
Seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim yang menyerahkan dan mengikhlaskan putranya untuk Allah SWT.
Selain mendekatkan diri pada Allah SWT, Kurban juga dapat mendekatkan diri pada keluarga dan saudara.
Lalu, menumbuhkan sifat berbagi, dan mengajarkan keikhlasan bagi yang menjalankannya.
Baca: Fatwa MUI: Ibadah Kurban tidak Dapat Diganti dengan Uang atau Barang Lain yang Senilai
(Tribunnews.com/Nuryanti)