Apa Itu Childfree? Ramai Dibicarakan setelah Gita Savitri Bahas Pilihannya Tak Punya Anak
Apa itu childfree? Chidfree menuai pro-kontra setelah YouTuber Gita Savitri membahasnya.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Daryono
"Sekarang, dalam struktur sosial kita saat ini, memiliki anak tidak akan menjadi hal yang baik."
"(Ke depannya) kami tidak bisa membesarkan mereka secara baik dan sehat," tambah yang lain.
Mengutip uns.ac.id, alasan lain seseorang memutuskan childfree biasanya terkait masalah personal, finansial, latar belakang keluarga, kekhawatiran akan tumbuh kembang anak, isu atau permasalahan lingkungan, hingga alasan terkait emosional atau insting keibuan.
Childfree Menurut Psikolog
Masih mengutip uns.ac.id, keputusan childfree perlu melibatkan keluarga besar.
Hal ini disampaikan Psikolos Sosial dari Fakultas Kedokteran UNS, Dr Tri Rejeki Andayani.
Tri mengatakan, pernikahan pada prinsipnya juga melibatkan dua keluarga besar.
Karena itu, keputusan untuk childfree sebaiknya disampaikan pada orang tua masing-masing.
“Sebab, orang tua dari pasangan suami istri itu tentu memiliki harapan pada pernikahan anak-anaknya."
"Salah satunya harapan untuk memiliki cucu yang meneruskan keturunannya,” jelasnya, Kamis (1/7/2021).
Jika keputusan itu tidak bisa diterima, tentu akan menjadi tekanan sosial bagi pasangan.
Tetapi, apabila diterima, maka pasangan akan lebih mudah menghadapi tekanan sosial dari masyarakat di luar keluarga.
Tri melanjutkan, rasa heran dan kaget akan menjadi respons dominan saat seseorang menemui fenomena childfree.
Hal ini tidak terlepas dari perspektif budaya kolektif kita, dimana kultur masyarakat menuntut atau mengharapkan seseorang yang masuk usia dewasa untuk menikah dan memiliki anak.
Satu di antara alasan seseorang memilih childfree adalah karena adanya rasa ketidakyakinan akan kemampuan dalam merawat dan mengasuh anak.
Hal tersebut, ujar Tri, bisa disiasati dengan pentingnya membangun parenting self-efficasy pada pasangan di masa persiapan menikah.
“Sehingga calon ayah atau ibu memiliki keyakinan diri terhadap kompetensinya dalam merawat dan memberikan pengasuhan pada anak yang secara positif."
"Hal ini akan berpengaruh pada perilaku pengasuhannya dan menunjang tumbuh kembang anak secara optimal,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Fitri Nursaniyah)