Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Cegah Stunting Tak Perlu Mahal, Kepala BKKBN Cerita Pengalaman Masa Kecil, Makan Laron hingga Kroto

Pemerintah terus menggencarkan penanganan stunting pada anak dengan target turun hingga 14 persen.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
zoom-in Cegah Stunting Tak Perlu Mahal, Kepala BKKBN Cerita Pengalaman Masa Kecil, Makan Laron hingga Kroto
Tribunnews.com/Apfia Tioconny Billy
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo di acara Wisuda Angkatan Kedua Akademi Keluarga Hebat Indonesia Tahun 2019 di Kantor Pusat BKKBN, di Jakarta Timur, Kamis (11/12/2019) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah terus menggencarkan penanganan stunting pada anak.

Pemerintah memang menargetkan terjadinya penurunan kasus stunting hingga 14 persen di tahun 2024. 

Stunting merupakan kondisi dimana perkembangan intelektual dan pertumbuhan pada anak tidak optimal. 

Pertumbuhan bisa dilihat dari fisik, seperti tinggi dan berat badan. Biasanya, pada anak stunting, tinggi badan atau berat tidak sesuai dengan anak seusianya. 

Hal ini disebabkan oleh kekurangan asupan gizi atau anak sering mengalami sakit. Selain itu pengasuhan dari orangtua juga memengaruhi terjadinya stunting. 

Baca juga: BKKBN Ajak Kampus Terjunkan Mahasiswa Dampingi Masyarakat dalam Penanganan Stunting

Baca juga: Kepala BKKBN Hasto Wardoyo: Pendidikan Seksual Jangan Dianggap Tabu

Selain informasi yang belum sampai secara baik, sebagian masyarakat mengira jika mencegah stunting membutuhkan biaya yang mahal. 

Berita Rekomendasi

Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr Hasto Wardoyo, Sp.OG(K), untuk memenuhi asupan nutrisi tidak perlu mahal. 

"Kenapa tidak telur saja, ikan, tidak perlu mahal, ikan lele, ikan kembung. Itu sudah luar biasa loh, mengandung DHA dan omega 3," ungkapnya Live Talkshow Tribunnews, Jumat (29/10/2021). 

Ia pun membagikan kisah saat masih hidup dan tumbuh tinggal di desa.

Dahulu dr Hasto memiliki keterbatasan ekonomi, namun asupan nutrisi tercukupi dengan memanfaatkan sumber makanan yang berada di sekita lingkungan. 

"Saya waktu kecil lebih banyak makan laron, protein hewani. Telur sudah mewah bagi saya. Saya juga makan belalang, gangsir seperti jangkrik tapi besar. Termasuk lebah saya makan ya. Telurnya lebah saya makan," katanya lagi. 

Selain itu dr Hasto pun menyebutkan jika ia pun mengonsumsi kroto, telur semut yang kini banyak dijadikan sebagai makanan burung. Nyatanya, kroto mengandung protein yang cukup tinggi. 

"Waktu kecil makan itu, sering sekali. Mungkin saya tidak stunting karena saya makan hewani. Saya miskin banyak tinggal di desa. Sulit lah mendapatkan makanan yang mahal. Tapi lingkungan memang cukup," pungkasnya. 

Baca juga: Wapres Ingatkan BKKBN Terus Upayakan Penurunan Angka Stunting

Namun, dr Hasto menekankan jika setiap orang harus mengubah pandangan jika kondisi ekonomi sulit pun bisa stunting.

Makanan berharga mahal belum tentu memiliki nutrisi seimbang dan komposisi vitamin seimbang. 

"Ternyata kalau punya halaman kecil saja, nanam tomat di pot bisa. Tinggal di kota kan ga ada lahan. Menanam tomat di pot sudah dapat vitamin c dan antidoksidan yang luar biasa," pungkasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas