Komisi X DPR RI Minta Pengajuan Kebaya ke Unesco Secara Single Nomination
Ketua Komisi X DPR RI menegaskan agar pengajuan kebaya ke Unesco dilakukan secara single nomination
Editor: FX Ismanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi X DPR RI menegaskan agar pengajuan kebaya ke Unesco dilakukan secara single nomination dan menolak dilakukan secara bersama-sama dengan negara lain.
Sikap tegas komisi X ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Kebaya Foundation dan Tim Nasional Hari Kebaya Nasional, Kamis (25/8/2022) di Jakarta. "Kebaya itu harga mati milik Indonesia karena itu kita mengambil sikap tegas mendaftarkan kebaya ke Unesco secara single nomination," ujar Ketua Komisi X Agustina Wilujeng Pramestuti saat memimpin rapat.
Meskipun mendaftarkannya sulit, butuh waktu lama maupun antrian panjang, tetap harus dilakukan secara sendiri. “Yang penting tetap semangat dan terus bergerak dan ini juga bisa sekaligus meningkatkan perekonomian bangsa melalui kebaya,” tukas Agustina. Batik, imbuhnya, dulu juga sempat mau diakui negara tetangga tetapi akhirnya Unesco mengakui Batik sebagai Warisan Budaya Dunia dari Indonesia.
Sebelumnya Ketua Kebaya Foundation, Tuti Roosdiono berterimakasih atas sikap dan dukungan Komisi X DPR RI tersebut. “Sejak abad 15 kebaya sudah digunakan oleh perempuan Indonesia di berbagai daerah di Nusantara karena itu kita harus memperjuangkan pengajuan kebaya secara single nomination untuk kepentingan bangsa dan negara,” Papar Tuti yang juga anggota Komisi IX DPR RI. Berbagai kajian sejarah menunjukkan bahwa kebaya digunakan bukan hanya sebagai pakaian tapi juga sebagai tradisi dalam berbagai kehidupan rakyat Indonesia dan juga dalam ritual kegamaan.
Rano Karno mengingatkan bahwa Bung Karno pada tahun 1940-an telah menetapkan Kebaya sebagai identitas perempuan Indonesia. Dalam Konferensi Asia Afrika, Bung Karno menjadikan kebaya sebagai alat diplomasi budaya. “Kebaya itu bukan sekedar pakaian tapi bermakna kesetaraan dan emansipasi perempuan, bahkan menjadi simbol perjuangan,” jelas Rano Karno dari FPDI yang hadir secara virtual. Karena itu Rano Karno meminta agar pemerintah segera menetapkan Hari Kebaya Nasional dan penetapan ini sekaligus melanjutkan visi besar Bung Karno, kebaya menjadi alat diplomasi budaya.
Sementara Sakinah Aljufri dari Fraksi PKS mendukung segera ditetapkannya Hari Nasional Kebaya dan diajukan ke Unesco secara single nomination. “Kita harus menjadikan kebaya sebagai busana khas Indonesia dan kebaya itu busana pemersatu bangsa Indonesia,’ ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Tim Nasional Hari Kebaya, Lana T Koentjoro menyampaikan berbagai langkah dan kegiatan yang sudah dan sedang dilakukan oleh Tim Nasional. Dukungan terus berdatangan untuk pengajuan Hari Kebaya Nasional menuju Unesco . Saat ini tercatat 295 komunitas mendukung kerja Timnas. “Kami juga terus melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai kebaya dalam berbagai kegiatan. Selain itu Tim Riset kami terus melakukan kajian untuk mencari tanggal yang tepat sebagai hari Kebaya dilihat dari latar belakang historis, politis dan budaya ,” papar Lana yang juga Ketua Umum Perempuan Indonesia Maju
Sementara itu Adriana Charlote Dondokambey dari FPDIP mengapresiasi gerakan berkebaya yang dilakukan oleh berbagai komunitas selama ini sehingga kebaya kembali digunakan oleh berbagai kalangan dalam berbagai kegiatan. “Komisi X mendukung tim Nasional mengajukan Penetapan Hari Kebaya Nasional dan itu moment bagi bangsa Indonesia dan perempuan Indonesia untuk kembali menggunakan kebaya,” katanya.
Rojih dari FPPP juga sependapat bahwa pemerintah perlu segera menetapkan Hari Kebaya Nasional untuk memajukan kebaya sebagai bagian dari budaya Indonesia. Kebaya bila dianalogikan dengan makanan, rendang misalnya, orang Sumatera Barat mengkonsumsinya sehari hari yang kemudian menularkan ke daerah lain. Mpek mpek sebagai makanan khas Palembang juga menjadi santapan harian warga Palembang yang kemudian menyebar dan menjadi favorit daerah lain. “Demikian pula dengan kebaya, kita bangsa Indonesia harus kembali menggunakan secara rutin dan lebih sering dipakai,”.