IGC Deklarasikan Konsensus Makanan Tradisional Cegah Masalah Stunting
Angka prevalensi stunting di Indonesia telah menurun menjadi 24,4 persen pada tahun 2021. Namun angka itu terbilang masih tinggi.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Stunting adalah masalah yang kompleks di Indonesia, bukan hanya tentang isu nutrisi dan makanan, namun juga ada aspek psikologis, ekonomi, budaya dan stabilitas. Untuk itu, masalah stunting harus menjadi perhatian bersama.
Indonesia, kata dr Ray tidak pantas menjadi negara dengan angka stunting yang tinggi, karena variasi makanan tradisional Indonesia luar biasa besar dan beragam, dimana pangan lokal dapat memenuhi hampir 60 persen protein.
"Selain itu, hidrasi sehat atau asupan air minum yang cukup dan berkualitas juga merupakan faktor penting untuk perkembangan kognitif yang optimal pada anak,” ungkap dr Ray pada acara yang sama.
Salah satu cara untuk meningkatkan gizi masyarakat adalah melalui makanan tradisional yang mungkin ditinggalkan karena ada yang lebih praktis.
“Strategi gastronomi dengan menu gizi seimbang dari bahan pangan lokal yang diolah menjadi berbagai hidangan yang enak dan menyehatkan dapat memperbaiki gizi anak dan menurunkan stunting,” ungkap Dewan Pakar IGC, Hindah Muaris.
Lebih lanjut Hindah menyampaikan pendekatan gastronomi bisa dengan cara ‘smart’. Sehingga kaum muda membantu akselerasi pencegahan stunting sejak dini.
Dengan mengonsumsi beraneka ragam jenis makanan tradisional, bergizi seimbang, berprotein tinggi dari bubur kacang hijau dan telur rebus.
Selain itu ada juga bahan pangan lokal yang mudah ditemukan dan punya nilai gizi tinggi seperti umbi-umbian, jagung dan kacang-kacangan, serta memenuhi kecukupan minum air putih dua liter per hari.
Menu sehat untuk anak juga dapat disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing daerah. Potensi pangan Indonesia yang melimpah berasal dari pertanian, perkebunan, peternakan dan kelautan menjadi salah satu asupan nutrisi yang baik untuk anak.