Marak Pernikahan Dini, 74 Anak di Belitung Timur Hamil, 47 Anak Di Wonogiri Ajukan Dispensasi Nikah
Di era yang semakin modern ini, sejumlah daerah di Indonesia melaporkan angka anak yang mengalami hamil di bawah usia 19 tahun
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di era yang semakin modern ini, sejumlah daerah di Indonesia melaporkan angka anak yang mengalami hamil di bawah usia 19 tahun, bahkan di luar nikah.
Ada berbagai faktor yang turut mendorong terjadinya kehamilan usia dini ini, satu di antaranya pola asuh orang tua.
Periode 2022 hingga 2023, sebanyak 74 anak berusia di bawah 19 tahun di Belitung Timur hamil.
Dikutip dari Posbelitung.co, Rabu (3/5/2023), Puskesmas Gantung, Belitung Timur mencatat pada 2022, 61 anak berusia di bawah 19 tahun mengalami kehamilan.
Beberapa di antaranya dalam kondisi hamil di luar nikah.
Sementara itu hingga Maret 2023, tercatat ada data tambahan 13 anak yang mengalami kehamilan di wilayah tersebut.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi?
Kepala Puskesmas Gantung, Ayu Nilam Sahri mengatakam bahwa ada berbagai faktor yang memiliki peran dalam memicu kondisi ini.
Faktor pertama adalah pola asuh orang tua dan kendali orang tua terhadap sang anak.
Menurutnya, orang tua harus memahami bahwa harus ada perubahan dalam menerapkan pola asuh terhadap anak.
Hal ini karena saat ini kehidupan mereka telah terpapar teknologi yang memudahkan dalam mengakses berbagai konten, termasuk konten dewasa.
"Pola asuh saat ini tidak bisa lagi seperti zaman dulu. Sekarang akses mereka terhadap dunia luar sudah tidak terbatas, karena adanya teknologi. Jadi pendekatan asuh kepada anak juga harus disesuaikan mengikuti zaman," kata Ayu kepada posbelitung.co, Rabu (26/4/2023).
Sementara itu, faktor lainnya seperti banyaknya anak yang mengalami putus sekolah di level Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) pun turut berperan.
Menurutnya, anak-anak yang putus sekolah ini sebagian mengklam dirinya bisa mandiri dan mampu mencari uang sendiri.
Baca juga: Kata Dinas Sosial dan P3AP2KB soal Pernikahan Dini di Malang, Faktor Ekonomi Disebut Jadi Penyebab
Sehingga pola pikir inilah yang kemudian mendorong mereka untuk memutuskan berkeluarga, walaupun usia mereka masih belum cukup untuk membina rumah tangga.
Ayu menegaskan bahwa anak usia di bawah 19 tahun seharusnya masih dalam tahap mencari jati diri dan berproses untuk mengejar masa depannya.
Ia menekankan bahwa usia anak-anak ini belum waktunya untuk mengalami kehamilan, karena dapat memicu risiko stunting.
"Kita nanti bisa lihat dalam dua tahun, anak yang dilahirkan oleh anak-anak ini bagaimana kondisinya," papar Ayu.
Ayu menilai bahwa anak-anak atau kelompok remaja yang mengalami kehamilan, kemungkinan besar akan melahirkan generasi stunting.
"Apakah angka stunting naik atau tidak, karena faktor pencetus stunting adalah kehamilan pada anak dan remaja," jelas Ayu.
Perlu diketahui, ketidaksiapan secara fisik dan mental yang kerap dialami ibu yang hamil pada usia belia seperti kelompok remaja ini dapat memunculkan risiko selama proses kehamilannya hingga melahirkan.
Kurangnya edukasi pada diri sang ibu muda ini pun dapat berdampak jangka panjang.
Remaja yang haml ini tentunya minim pengetahuan mengenai pentingnya persiapan gizi pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan pada bayi mereka.
Mirisnya, berbagai risiko kesehatan pun berpotensi dialami anak yang dilahirkan oleh anak-anak ini, termasuk stunting.
Oleh karena itu, Puskesmas Gantung pun terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat sekitar untuk menekan angka kehamilan dini tersebut sekaligus mencegah bertambahnya generasi stunting
Dalam mengkampanyekan stop pernikahan dan kehamilan anak, berbagai cara edukasi pun dilakukan. termasuk mengadakan podcast bersama ahli dan salah satu anak yang mengalami kehamilan.
"Kami dari Puskesmas kebagian dampaknya di ujung. Makanya harus kami potong jalurnya dengan gencarkan pencegahan-pencegahan. Kami beru edukasinya mengikuti zaman yakni memanfaatkan teknologi, sehingga tepat sasaran," tegas Ayu.
Di Wonogiri, 47 Anak Ajukan Permohonan Dispensasi Nikah pada 2023
Sebanyak 47 anak di bawah umur di Wonogiri, Jawa Tengah mengajukan permohonan dispensasi nikah sejak Januari hingga April 2023.
Dikutip dari TribunSolo.com, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKB P3A) Wonogiri, Mubarok mengatakaan bahwa tercatat ada 47 anak yang menyampaikan pengajuan tersebut.
"Kami sifatnya memberikan konseling, diberikan edukasi kalau menikah muda dampaknya apa saja, kalau yang memutuskan itu Pengadilan Agama (PA)," kata Mubarok kepada TribunSolo.com, Minggu (30/4/2023).
Ia pun menjelaskan sederet alasan yang menjadi dasar anak-anak itu mengajukan permohonan dispensasi nikah.
23 di antaranya , kata dia, diketahui tengah dalam kondisi hamil muda dan berstatus sebagai pelajar.
Sedangkan pengajuan permohonan ini mayoritas dilakukan oleh anak perempuan, yakni sebanyak 40 dari total 47 anak.
Baca juga: BKKBN Ungkap Ciri-ciri Populasi Pernikahan Dini
"Dari 47 permohonan itu, yang hamil ada 23 anak. Tersebar di beberapa kecamatan," jelas Mubarok.
Mirisnya, beberapa di antaranya masih berusia 14 tahun, usia yang seharusnya masih memikirkan masa depan dan bermain bersama teman-teman.
Mubarok pun menuturkan bahwa batas menikah untuk seorang perempuan itu saat usia telah memasuki 20 tahun.
Sedangkan idealnya laki-laki yang hendak menikah, diharapkan telah berusia 25 tahun.
"Selain hamil duluan, alasannya ya sudah siap berkeluarga. Mungkin sudah lama berhubungan (pacaran) sebelumnya," papar Mubarok.
Dirinya pun mengingatkan risiko yang dapat dialami sang ibu dan calon bayinya jika kehamilan dialami oleh anak-anak, satu di antaranya risiko anak terlahir stunting.
"Alat reproduksi kan belum siap, karena masih di bawah umur. Jadi ada kemungkinan buruk yang bahkan menyebabkan kematian anak maupun ibu," pungkas Mubarok.