Peduli Lingkungan Tak Kenal Status Sosial, Kisah Seorang Jurnalis Penggagas Bank Sampah
Karena perumahan tempat tinggalnya kerap banjir yang dipenuhi sampah, Komarudin Bagja menggagas bank sampah dalam upaya pelestarian lingkungan.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Komarudin Bagja, seorang jurnalis, turut menjadi korban banjir besar yang melanda Jabodetabek di awal tahun 2020.
Ia mengisahkan bahwa letak pemukimannya tidak jauh dari kali CBL Bekasi. Di kali itu juga ada Tempat Pembuangan Sampah (TPS) ilegal.
Saat musibah banjir tahun itu, akses jalan masuk dan keluar ke perumahannya terisolasi.
Selain itu, pasokan air bersih dan listrik sempat mati dalam beberapa hari. Tidak hanya air, gundukan sampah plastik juga menggenang di areal perumahan.
Pengalaman inilah yang menjadi awal ia menggagas Bank Sampah Salih (Sahabat Lingkungan) untuk warga RT 01 Perumahan Cahaya Darusalam Tambun.
Baca juga: Lewat Program Bank Sampah, Bantu Tingkatkan Ekonomi Warga Desa di Klaten Ini
Perlu waktu dua tahun untuk menyakinkan warga turun dalam pelestarian lingkungan.
Tepat ditanggal 5 Juni 2022, ia memperkenalkan Bank Salih di lingkungan rumah yang terdiri dari beragam latar belakang.
Ada anggota TNI dan Paspamres hingga karyawan pabrik.
"Di tahun 2020, banjir parah. Lingkungan kami dapat kirimin sampah plastik dari Bekasi. Jumlahnya sangat banyak," kata Bagja yang ditemui Tribunnews.com di sudut rumahnya, Minggu (26/11/2023).
Bank Salih ini diharapkan dapat mengubah pola pikir warga untuk tidak memperlakukan sampah sembarangan.
Diakuinya, jaman sekarang untuk bisa menggerakan warga tidaklah mudah. Perlu ada iming-iming yang menggiurkan seperti uang.
Saat ini Bank Salih, baru menerima sampah anorganik seperti kardus, botol plastik, besi alumunium maupun mainan anak bekas.
Layaknya Bank, warga atau nasabah setiap hari minggu menyetor sampah plastik ke Bank Salih.
Dari hasil timbangan sampah itu, 25 persen penghasilan dialokasikan untuk kas RT.
"Begitu ada Bank Salih ini, masyarakat berpikir sampah yang dibuang sembarangn ini memiliki nilai ekonomis yang bisa jadi uang. Karena itu pelan-pelan kami membuat sistem Bank Salih ini," tutur dia.
Jumlah nasabah Bank Salih ada 90 orang, terdiri dari 50 nasabah berasal dari warga RT 01 dan 40 nasabah merupakan orang di luar perumahan.
Bagja menceritakan, setiap nasabah bisa langsung merasakan manfaat dari menabung sampah ini.
Tabungan sampah dicatat dibuku serta tercantum di aplikasi perumahan warga RT 01 yang telah dikonversikan ke uang digital.
Warga bisa menggunakannya untuk membeli token listrik, logam mulia atau menerima uang dalam cash ketika saldonya minimal Rp. 100.000.
"Bagi warga yang ingin menabung dalam bentuk lain, kita sediakan logam mulia mini gold 0,0001 gram seharga Rp 45.000. Di dalam aplikasi itu warga bisa memilih untuk memanfaatkan uang tabungan sampahnya," ungkap Bagja.
Sampah yang terkumpul akan dijemput oleh pengepul setiap dua minggu sekali.
Soal kesadaran menjaga lingkungan, diharapkan tidak hanya orang dewasa saja melainkan anak-anak juga turut termotivasi dengan menggagas bank sampah junior.
Dirinya mengaku senang menjalani kegiatan pengumpulan sampah ini. Ke depan, ia dan warga mulai merencanakan budidaya maggot untuk sampah organik.
Seorang warga, Santani (51) ditunjuk untuk bertanggungjawab dalam mengurus detail jual beli sampah plastik dari warga.
Ia mengatakan, walaupun masih dalam lingkup kecil gerakan ini diharapkan terus berlanjut.
"Sampai warga sadar bahwa dengan menjaga lingkungan maka lingkungan akan menjaga kita," ungkap Santani.
Santani yang sehari-hari berprofesi sebagai penjahit dan pengemudi ojek online ini, tidak merasa terbebani dalam mengurus Bank Salih.
Selama setahun ini, Bank Salih telah mengumpulkan 1,5 ton sampah berupa kardus.
Dengan rata-rata setiap minggu berupa 30 kg sampah botol minuman plastik dan sampah lain seberat 60-80 kg.
Adapun untuk harga jual ke warga berbeda-beda. Untuk satu kg kardus kini dihargai Rp1.300.
Demikian pula dengan botol air mineral Rp.1.300.
Warga bisa melihat harga terkini beragam item sampah melalui aplikasi.
"Jadi berbeda-beda harganya. Ada yang satu kg Rp 2.000 seperti tutup galon atau tutup botol plastik. Untuk sampah mainan anak-anak juga bisa dihargai. Apapun sampah ada harganya masing-masing," jelas Santani.
Bagi Bagja dan Santani mewariskan hal bermanfaat bagi lingkungan sekitar sudah cukup membahagiakan.
Ada mimpi besar yang masih jadi keinginan jangka panjang Bagja tentang Bank Salih.
Ia berharap bisa memiliki tempat pengolahaan sampah terpadu baik organik dan anorganik.
"Kalau kita upscale di tingkat RW, tempatnya belum ada sambil nunggu perkembangan dan tempat yang memadai. Sehingga sampah apapun yang keluar dari rumah bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomis," ungkap Bagja.
Kolabrasi Badja, Santani serta guyub warga sejalan dengan visi-misi Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) yang mengajak generasi muda sadar bahwa kegiatan pelestarian lingkungan, seperti menanam pohon, mengolah sampah bermanfaat bagi generasi mendatang.