Peneliti BRIN Sebut Elektabilitas Golkar Modal Penting Pencalonan Airlangga di Pilpres 2024
Firman Noor mengungkapkan hasil survei LSI Denny JA bisa saja menjadi argumentasi Partai Golkar untuk makin percaya diri mengusung Ketum Airlangga
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti senior dari Pusat Riset Politik - Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) Firman Noor mengungkapkan hasil survei LSI Denny JA bisa saja menjadi argumentasi Partai Golkar untuk makin percaya diri mengusung Ketum Airlangga Hartarto sebagai calon presiden (capres).
"Sumber kepercayaan diri Partai Golkar, saya kira, bisa saja hasil survei itu dijadikan argumentasi," kata Firman, kepada wartawan, Rabu (2/11/2022).
Meski demikian, menurut Firman, pengusungan Airlangga lebih terkait pada komitmen Golkar untuk mengusung sosok Airlangga sebagai capres.
"Sejauh ini terkait komitmen partai. Karena sudah kadung komitmen harus ketum yang jadi capres. Ini semua perangkat Golkar, SDM, dan kader sedang diarahkan untuk mendongkrak suara Airlangga dengan berbagai macam cara," ucapnya.
Sebelumnya, survei LSI Denny JA mengungkap elektabilitas Partai Golkar yang berada di angka 14,5 persen dipengaruhi oleh kepuasan publik terhadap penanganan pandemi covid-19.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto disebut menjadi trend setter dan game changer dalam survei yang dilakukan LSI Denny JA.
Kinerja Airlangga yang mumpuni dalam pemerintahan, sebagai Menko Perekonomian berhasil mendongkrak elektabilitas Partai Golkar.
Golkar menjadi partai dengan elektabilitas nomor dua di bawah PDI-P (20,19) persen, diikuti Partai Gerindra (9,8 persen), Partai Keadilan Sejahtera (8,3 persen), Partai Kebangkitan Bangsa (5,9 persen), dan Partai Demokrat (5,4 persen).
Firman menekankan elektabilitas partai tidak bisa langsung dikonversi menjadi elektabilitas calon yang diusung. Begitu pula perolehan suara partai tidak otomatis menjadi suara capres.
"Permasalahannya adalah tidak dengan sendirinya suara di partai bisa dikonversi menjadi suara capres-cawapres. Itu sudah terbukti," ucapnya.
Menurutnya, partai politik patut mempertimbangkan berbagai macam faktor dalam melihat sosok capres yang bakal didukung.
Baca juga: Kejagung Buka Peluang Periksa Airlangga Hartarto dan Agus Gumiwang di Kasus Korupsi Impor Garam
Tidak hanya sekadar sebab posisi atau jabatan ketua umum. Partai harus mampu secara komprehensif melihat kandidat.
"Ini tentu saja mengukur akseptabilitas seorang ketum kan tidak bisa hanya disandingkan dengan para ketum yang lain. Memang nanti orientasi pemilih juga tidak melihat posisi ketum say kira, tapi memang satu popularitas yang dibangun oleh banyak faktor. Jadi ini harus jadi perhatian dari siapa pun yang ingin mengangkat nama ketumnya," tandasnya.