Jokowi Sebut Pilpres Jatah Prabowo, Pengamat: Gurauan Politik, Langgar Etik, Ingin Jadi King Maker
Sejumlah pengamat memberikan pandangan mereka terkait pernyataan Jokowi ke Prabowo terkait jatah Pilpres selanjutnya.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah pengamat memberikan pandangan mereka terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait Pilpres 2024 jatah Prabowo Subianto di HUT Perindo, Senin (7/11/2022).
Pengamat Komunikasi Politik, Emrus Sihombing menilai pernyataan Jokowi ke Prabowo soal jatah Pilpres hanyalah gurauan politik.
Emrus menilai belum terlihat adanya pernyataan serius dari Jokowi ke Prabowo terkait dukungan soal Capres 2024.
"Menurut hemat saya, dari aspek konteks, lambang verbal dan simbol non verbal komunikasi, ucapan Jokowi lebih bermakna sebagai gurauan politik."
"Daripada pesan komunikasi politik yang bermakna dukungan suksesi kekuasaan kepada seseorang, termasuk kepada Prabowo," ungkap Emrus kepada Tribunnews, Selasa.
Selain belum melihat keseriusan dukungan Jokowi ke Prabowo, Emrus juga tidak melihat kesan kesuperioran Jokowi saat mengungkapkan kembali kemenangan di lima pemilu, termasuk dua edisi Pilpres.
"Pernyataan dirinya terpilih dua periode presiden, sama sekali bukan menunjukkan dirinya superior daripada yang lain," ujarnya.
Baca juga: Jokowi Bilang Prabowo Dapat Menang Pilpres, NasDem: Wajar, Mereka Punya Plus Relationship
Dinilai Melanggar Etik
Di sisi lain, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menilai dukungan Presiden Jokowi kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto disebut melanggar etik.
Hal ini karena lontaran Jokowi tersebut menunjukkan semacam dukungan pada calon presiden berikutnya.
"Tentu saja sangat melanggar etik. Karena perkataannya jelas menunjukkan semacam endorsement pada calon presiden berikutnya," kata Bivitri, Selasa (8/11/2022).
Baca juga: Reaksi Prabowo Ketika Ditanya soal Sinyal Dukungan Jokowi pada Pilpres 2024
Diberitakan Tribunnews.com, ia juga menambahkan, banyak respon dari elit partai yang mengatakan tindakan tersebut hanya sekedar basa-basi.
Namun, jelas Bivitri, di situ lah letak etik bagi penyelenggara negara.
Dalam berkomentar, bagi seorang penyelenggara negara, ada batas-batas etiknya.