Pengamat Sebut Dalam Politik Pulau Jawa Seperti Kolam Ikan Karena Jumlah Pemilihnya Paling Banyak
Hasan Nasbi menyebut para pemilih di Indonesia harus legowo melihat pulau Jawa menjadi lumbung suara pada setiap penyelenggaraan Pemilu.
Editor: Adi Suhendi
"Dari sisi kultural, Jawa ini mayoritas. Jawa ini ada dulu diffusion of national culture dengan program transmigrasi. Jadi dioper ke mana-mana karena Jawa terlalu padat. Ada ke Aceh, Kalimantan, Sulawesi," kata Hasan Nasbi.
Maka dari itu, suara etnis Jawa yang tersebar ini bisa mempengaruhi berbagai wilayah.
"Makanya orang yang berkultur Jawa, beretnis Jawa, tidak hanya di pulau Jawa. Kayak di Lampung itu mayoritas Jawa, 62 persen itu Jawa. Di Sumatera Utara juga, di Kalimantan Timur juga. Beda Sunda yang banyak terkonsentrasi di Jawa Barat. Sulsel juga berdifusi ke mana-mana, utamanya di Indonesia Timur dan Kalimantan," katanya.
Baca juga: Soal Jatah Pilpres 2024, PDIP: Wajar Saja, Prabowo Anak Buah Jokowi
Hasan Nasbi mengakui ikatan kultur etnis Jawa sangat kuat. Sebab, kompleksitas budaya Jawa dalam menjalani kehidupan.
Kekuatan etnis ini pun dinilai bisa mempengaruhi suara.
"Hebatnya Jawa menurut saya ikatan identitas kultural. Budaya Jawa kompleks sekali, apapun mengenai aturan hidup ada. Menentukan tanggal, jodoh ada rumusnya, termasuk juga menentukan pemimpin. Pemikiran politik Jawa itu ada," jelas Hasan.
"Makanya orang Chinese di Jawa jadi orang Jawa. Makanannya Jawa, bahasanya Jawa. Beda di Kalimantan, bisa bahasa Mandarin. Begitu kuatnya kultur itu, di Jawa-kan," lanjutnya.
Hasan pun mencontohkan sebaran suara pada Pemilu 2024.
Jokowi sebagai etnis Jawa berhasil menang di daerah seperti Jateng, Jatim hingga Lampung.
Namun, Jokowi tumbang di Jabar yang mayoritas etnis Sunda.
"Dalam konteks nasional, Jokowi di Jabar tidak berdaya, tapi di Jateng, Jatim, Yogya menang besar. Di Lampung juga menang besar. Kalau kita baca data berarti ada kecenderungan etnisitas itu ada," kata Hasan.(faqih imtiyaaz/wahyudin tamrin/hasim arfah)