Pengamat Sebut Pemilu Proporsional Tertutup Buat Caleg Potensial Makin Sulit Duduk di Parlemen
Dedi Kurnia Syah menyebutkan bahwa sistem pemilu proposional tertutup bakal buat caleg potensial menjadi semakin sulit duduk di parlemen.
Editor: Theresia Felisiani
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyebutkan bahwa sistem pemilu proposional tertutup bakal buat caleg potensial menjadi semakin sulit duduk di parlemen.
"Proporsional tertutup miliki dinamikanya sendiri, satu sisi memudahkan penghitungan parpol, sisi lain mencederai kontestasi yang terbuka dan pilihan secara langsung," kata Dedi kepada Tribunnews.com, Sabtu (7/1/2023).
Dedi melanjutkan imbasnya partai akan menjadi sangat berkuasa, dan kualitas tokoh yang akan duduki parlemen terancam, karena partai yang akan tentukan.
"Situasi ini bisa merusak pemilu dari sisi keterbukaan dan azas pilihan langsung, utamanya kandidat potensial menjadi semakin sulit duduk di parlemen, digantikan oleh konglomerasi politik, partai akan menjadi pengatur paling berkuasa di parlemen," tegasnya
Dedi melanjutkan jika demikian, maka disarankan lebih baik tidak perlu ada KPU, bahkan jika tidak ada proses demokrasi, kembalikan saja negara ini ke sistem kerajaan, agar tiap kelompok saling berebut kekuasaan tanpa sistem.
Kemudian terkait pernyataan Komisioner KPU mengungkapkan bahwa pemilu 2024 memungkinkan menggunakan sistem proporsional tertutup.
Menurut Dedi seharusnya KPU tidak bicara gagasan sistem pemilihan, karena mereka hanya pelaksana.
"Wilayah sistem menjadi tanggung jawab parlemen dan pemerintah melalui kemendagri, berwacana soal sistem pemilu bagi KPU adalah kriminal, melanggar etik, layak mengundurkan diri, arau perlu diusut keterlibatan politiknya," tegasnya.
Baca juga: Plt Ketua Umum PPP Mardiono: Kami Sudah Berpengalaman Ikut Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup
Menurut Dedi pilihan konsisten dalam sistem demokrasi, tentu proporsional terbuka, sehingga publik memiliki hak menentukan secara langsung pada perwakilannya, bukan memberi kekuasaan pada partai.
Adapun sebelumnya sejumlah orang melakukan gugatan terhadap sistem proporsional terbuka yang ada di dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka meminta MK memutuskan Pemilu 2024 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.
Adapun para penggugat itu yakni Yuwono Pintadi yang mengklaim dirinya kader Nasdem, kemudian Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo), Fahrurrozi (bacaleg 2024), Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel), Riyanto (warga Pekalongan), dan Nono Marijono (warga Depok).
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari juga menyebut ada kemungkinan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.