Enam Parpol Nonparlemen Sebut Banyak Isu Pencalonan yang Dirasa Tak Diperlukan
Sejumlah isu aturan pencalonan anggota DPR dan DPRD dinilai kaku, tidak diperlukan bahkan menyulitkan bagi bakal calon anggota legislatif atau bacaleg
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Enam parpol nonparlemen merumuskan adanya sejumlah isu aturan pencalonan anggota DPR dan DPRD yang dinilai kaku, tidak diperlukan, bahkan menyulitkan bagi bakal calon anggota legislatif atau bacaleg.
Keenam parpol tersebut adalah Partai Buruh, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Ummat, dan Partai Kebangkitan Nasional (PKN).
Ketua Tim Khusus Partai Buruh, Said Salahudi menjelaskan beberapa alasannya.
Pertama, soal syarat ijazah. Selain fotokopi ijazah yang dilegalisir, semestinya Komisi Pemilihan Umum KPI) RI juga dapat memberikan opsi lain berupa hasil scan atau pindai ijazah asli, misalnya.
"Dokumen itu justru lebih otentik. Kalau semata harus melegalisir ijazah, pasti diperlukan biaya operasional untuk mengurusnya dan hal itu memberatkan bagi bacaleg berkualitas yang ekonominya pas-pasan," kata Said dalam keterangannya, Kamis (13/4/2023).
Kedua, ihwal syarat bukan terpidana. Semestinya, menurut enam parpol ini, bacaleg yang diwajibkan mengurus surat keterangan tidak pernah dipidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih dari pengadilan negeri hanya ditujukan kepada bacaleg yang berstatus mantan terpidana saja.
Sementara bacaleg yang tidak pernah dipidana, tidak perlu mengurus dokumen tersebut.
Ketiga, soal syarat kesehatan. Surat keterangan sehat jasmani, rohani, dan bebas narkoba, jika harus diurus di instansi berbeda, ini tentu juga memberatkan, ujar Said.
"KPU sebetulnya memiliki kemampuan untuk membangun kerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Narkotika Nasional (BNN), misalnya," tutur Said.
"Untuk membangun pelayanan satu atap guna kepentingan penerbitan dokumen tersebut di setiap daerah. Biaya pengurusan ketiga dokumen tersebut terbilang cukup mahal," tambahnya.
"Beberapa contoh masukan persyaratan bacaleg dari parpol-parpol nonparlemen tersebut perlu diperhatikan oleh KPU. Tidak adil kalau KPU hanya meminta masukan dari parpol parlemen saja," tegas Said Salahudin.
Dengan sempitnya waktu yang dimiliki parpol untuk memenuhi persyaratan pencalonan akibat kelambanan KPU dalam menerbitkan PKPU, maka sudah sewajarnya jika KPU lebih fleksibel dalam menetapkan dokumen persyaratan bacaleg.