Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

UU Pemilu: Presiden Harus Cuti Jika Ingin Melakukan Kampanye Politik

Jika seorang kepala negara hendak melakukan aktivitas politik seperti berkampanye maka ia harus mengajukan cuti.

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in UU Pemilu: Presiden Harus Cuti Jika Ingin Melakukan Kampanye Politik
Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev
Presiden Jokowi didampingi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berada di dalam mobil kepresidenan saat melewati Jalan Terusan Ryacudu, Lampung, Jumat (5/5/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika seorang kepala negara hendak melakukan aktivitas politik seperti berkampanye maka ia harus mengajukan cuti.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjelaskan hal ini supaya lembaga kepresidenan tidak dipandang sebagai partisan oleh masyarakat.




“Dalam kapasitas sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, UU (Undang-Undang) Pemilu sudah cukup tegas mengatur bahwa contohnya pada masa kampanye, presiden dan wakil presiden yang sedang aktif ingin melakukan aktivitas kampanye maka harus melakukan cuti,” kata Titi kepada awak media, Rabu (9/5/2023).

“Sehingga lembaga kepresidenan dianggap lembaga yang netral, yang memfasilitasi semua kepentingan politik, karena dia berdiri diatas semua kelompok,” tambahnya.

Baca juga: Sekjen PKS Dukung JK Minta Jokowi Tak Terlibat Urusan Pilpres

Oleh karena itu, Titi mengatakan Presiden Jokowi juga harus berkomitmen dan mengungkapkannya secara lisan serta dibuktikan dengan konkret untuk tidak menggunakan fasilitas negara dan jabatannya guna kepentingan yang sifatnya partisan menjelang pemilihan presiden (pilpres) mendatang.

Hal ini penting mengingat presiden merupakan panutan politik jabatan-jabatan publik lainnya.

BERITA TERKAIT

Bisa saja, kata dia,  jika presiden tetap menggunakan fasilitas dan jabatannya untuk kampanye bakal berdampak luas dan berimbas ke para pemimpin di bawah presiden yang juga akan mengikuti langkah serupa.

“Kalau kemudian presiden melakukan aktivitas politik partisan dengan menggunakan fasilitas negara, fasilitas jabatan, di waktu-waktu kerja, hal itu akan menjadi pembenaran bagi jabatan-jabatan publik terutama 2024,” jelasnya.

“Kita akan pilkada, maka gubernur akan menggunakan rumah dinas untuk konsolidasi pencalonan dan pemenangan tokoh-tokoh politik tertentu, menyiapkan calon-calon politik tertentu yang akan berkompetisi di pilkada termasuk nanti juga rumah dinas bupati, walikota,” Titi menambahkan.

Jika ini terjadi, lanjut Titi, maka nanti tidak akan lagi ada kompetisi yang adil dan setara dalam kontestasi pemilu sebab masing-masing telah menggunakan jabatan dan fasilitasnnya sebagai pemimpin negara pun daerah yang masih bertugas.

Terkait UU Pemilu, aturan presiden untuk ikut serta dalam kampanye diatur dalam Pasal 281 yang berbunyi seperti berikut:

Pasal 281

(1) Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota harus memenuhi ketentuan:

a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.

(2) Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas