Perludem: 20 Pasal Dalam UU Pemilu Harus Diubah Jika MK Putuskan Sistem Proporsional Tertutup
menurut Fadli, akan sangat tidak memungkinkan jika MK memutus sistem Pemilu 2024 mendatang menjadi tertutup di tengah tahapan pemilu yang telah jalan
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak hanya berdampak pada calon legislatif (caleg) saja, tapi juga bakal ada lebih dari 20 pasal dalam Undang-Undang (UU) Pemilu yang harus dirombak jika nantinya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem Pemilu 2024 menjadi proporsional tertutup atau coblos partai.
“Perubahan sistem pemilu itu tidak hanya akan berdampak pada daftar caleg saja, tapi kalau MK misal mengabulkan sistem tertutup untuk pemilu apalagi di dalam pemilu 2024, itu akan berakibat wajib diubahnya UU Pemilu,” kata Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil kepada awak media, Selasa (13/6/2023).
Baca juga: Demokrat Harap Hakim MK Jatuhkan Putusan Sistem Pemilu Berdasar Kehendak Rakyat dan Parpol
“Ada banyak pasal dalam UU Pemilu yang harus diubah. Kami identifikasi itu ada sekitar 21 sampai 24 pasal, yang berkaitan yang harus disesuaikan kalau sistem pemilunya diubah,” sambungnya.
Sehingga, menurut Fadli, akan sangat tidak memungkinkan jika MK memutus sistem Pemilu 2024 mendatang menjadi tertutup di tengah tahapan pemilu yang kini telah berlangsung.
“Itu enggak mungkin dilakukan di tengah tahapan pemilu. Ketentuan kampanye akan diubah, ketentuan pemungutan penghitungan dan rekapitulasi suara di UU akan diubah, kemudian ketentuan soal penegakan hukum akan diubah. Banyak sekali,” tuturnya.
Baca juga: Demokrat Harap Hakim MK Jatuhkan Putusan Sistem Pemilu Berdasar Kehendak Rakyat dan Parpol
“Itu enggak mungkin akan diputus oleh MK, dan enggak mungkin juga menghentikan tahapan pemilu sembari mengubah UU-nya dulu,” Fadli menambahkan.
Misal, dalam tahapan kampanye jika nantinya pemilu berlangsung menggunakan sistem proporsional tertutup, bukan lagi caleg yang akan berkampanye, melainkan partai politik (parpol).
Sebab, caleg bukan lagi variabel utama dalam penyelenggaraan pemilu dengan sistem proporsional tertutup.
“Partai yang boleh berkampanye. Dalam penegakan hukum enggak ada lagi caleg yang mungkin bisa diberikan sanksi dan lain sebagainya,” tutur Fadli.
Sebagai informasi, putusan soal sistem proporsional pemilu bakal berlangsung pada Kamis (15/6/2023) mendatang.
Berdasarkan situs resmi MK, sidang dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 ini bakal berlangsung pukul 09.30 WIB.
Hal ini juga telah dikonfirmasi oleh Juru Bicara (jubir) MK, Fajar Laksono.
Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Sistem Pemilu Tertutup Berbahaya, Ini Alasannya
"Betul (sidang berlangsung tanggal 15 Juni)," kata Fajar saat dikonfirmasi, Senin (12/6/2023).
Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022. Uji materi ini tinggal menunggu putusan.
Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Untuk diketahui, sistem pemilu tertutup diberlakukan sejak masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno pada 1955, serta masa pemerintahan Presiden Soeharto yakni 1971 sampai 1992.
Pada Pemilu 1999 juga masih menggunakan sistem proporsional tertutup. Pun Pemilu 2004.
Penerapan sistem proporsional tertutup pun menuai kritik dan dilakukan uji materi ke ke MK pada 2008. Kemudian sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 20219, sistem pemilu beralih menjadi proporsional terbuka.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.