Sebut Informasi di Pusat dan Daerah Kerap Berbeda, Partai Buruh Minta KPU Perbaiki Koordinasi
Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin mengatakan ketentuan teknis soal pencalonan legislatif yang diatur Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin mengatakan ketentuan teknis soal pencalonan legislatif yang diatur Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI masih kurang terperinci.
Begitu pula dengan pemberian bimbingan teknis (bimtek) kepada KPU Daerah (KPUD) yang sekali pun rutin digelar, tetapi tampak masih menggunakan pendekatan yang birokratis.
"Akibatnya, tak jarang muncul ketidakseragaman KPUD dalam menerjemahkan petunjuk teknis dari KPU," kata Said dalam keterangannya, dikutip Senin (17/7/2023).
"Setiap ada arahan, panduan, atau informasi teknis dari KPU, kami selalu lakukan sosialisasi kepada pengurus daerah. Masalahnya, ketika hal tersebut dikoordinasikan kepada KPUD, sebagian teman-teman KPUD ternyata mempunyai pemahaman yang berbeda," sambungnya.
Menurut Said ada beberapa faktor penyebab atas hal itu. Pertama, seringkali petunjuk teknis yang disampaikan secara lisan oleh KPU kepada pengurus partai politik (parpol) di tingkat pusat, tidak sampai ke KPUD.
Contohnya, Minggu (16/7/2023) sore kemarin Partai Buruh menerima informasi dari pengurus daerah ihwal ada seratus lebih KPUD yang memberikan penjelasan berbeda terhadap nasib bakal calon yang dokumen perbaikannya kelak dinyatakan tidak benar.
Sebagian KPUD mengatakan bahwa bakal calon yang dokumen perbaikannya tidak benar akan dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Implikasinya, pada masa pencermatan rancangan daftar calon sementara (DCS) tanggal 6-11 Agustus 2023, dokumen bakal calon tersebut tidak bisa diperbaiki.
Sebagian KPUD yang lain mengatakan bakal calon yang kelak dinyatakan TMS, tidak bisa diganti dengan bakal calon baru di masa pencermatan rancangan DCS. Artinya, bakal calon tersebut akan dinyatakan gugur sehingga jumlah bakal calon pada suatu dapil berpotensi berkurang.
"Sementara banyak juga KPUD yang bersikap ambigu. Kawan-kawan KPUD ini tidak berani memberikan kepastian hukum terhadap nasib bakal calon yang kelak dinyatakan TMS dengan alasan belum ada petunjuk tertulis dari KPU," tutur Said.
kebijakan atau pemahaman KPUD yang beragam itu faktanya berbeda dengan penjelasan yang disampaikan KPU kepada pengurus parpol di tingkat pusat.
Said melanjutkan, menurut KPU, pada masa pencermatan rancangan DCS, parpol tetap mempunyai hak untuk memperbaiki dokumen bakal calon yang dinyatakan TMS atau bisa menggantinya dengan bakal calon baru sesuai kebutuhan parpol.
Faktor kedua, arahan yang disampaikan KPU kepada KPUD terkait suatu kebijakan teknis dilakukan dengan cara terlalu birokratis. KPU menyampaikannya terlebih dahulu kepada KPU Provinsi, baru kemudian KPU Provinsi meneruskannya kepada KPU Kabupaten/Kota.
Padahal ketika diperlukan percepatan iformasi, maka hal-hal yang bersifat birokrasi semestinya bisa dikurangi.
"Sebab, apabila KPU Kabupaten/Kota menerima informasi ‘second hand’ dari KPU Provinsi, misalnya, dikhawatirkan informasi yang mereka terima dari KPU menjadi tidak utuh," ungkapnya.
Sedangkan untuk faktor ketiga, ketika KPU membuat petunjuk teknis secara tertulis, aturan yang dimuat terkadang kurang detail atau intensinya kurang dapat ditangkap dalam satu pemahaman yang sama oleh seluruh KPUD. Akibatnya, tak jarang muncul multi-tafsir diantara KPUD.
"Contoh, dalam SK KPU nomor 352, SK KPU 403, SD KPU 691, SD KPU 701, dan naskah dinas KPU lainnya, sudah diatur hal-hal yang bersifat teknis. Tetapi interpretasi yang muncul atas produk hukum Pemilu tersebut ternyata tidak seragam," tegas Said.
Persoalan itu juga pernah Partai Buruh alami pada saat pengumuman hasil verifikasi bakal calon tahap pertama. Ratusan bakal calon Partai Buruh dokumennya dinilai tidak benar dan dinyatakan belum memenuhi syarat (BMS). Padahal, dokumen yang diunggah ke SILON sudah sesuai dengan PKPU 10/2023 dan produk turunannya.
Baca juga: Komentar Pengamat Soal Rencana Partai Buruh Ajukan Gugatan Presidential Threshold 20 Persen ke MK
"Oleh sebab itu, agar persoalan-persoalan diatas tidak terjadi kembali di tahapan selanjutnya, saya kira ada baiknya bagi KPU untuk memperbaiki juklak dan juknis pencalonan agar hak politik bakal calon, yaitu hak untuk dipilih sebagai hak yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai hak konstitusional sekaligus hak asasi manusia, benar-benar mendapatkan perlindungan dari negara," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.