Perkara Silon, Pengamat: Bawaslu Punya Wewenang Besar Hadapi KPU Ketimbang Hanya Lapor ke DKPP
Ray menilai laporan ke DKPP ini ambigu. Sebah, ia melihat Bawaslu tak lebih dari sekadar organisasi masyarakat (ormas) pemantau biasa.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti menyebutkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI punya kewenangan besar dalam hal menindaklanjuti Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ihwal perkara Sistem Informasi pencalonan (Silon).
Untuk menyelesaikan perkara Silon, Ray justru heran kenapa Bawaslu sampai harus melapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Meski disatu sisi ia mengapresiasi langkah lembaga pemantau tersebut.
Bawaslu memiliki kewenangan untuk menyatakan apakah satu tahapan berlangsung sesuai aturan atau sebaliknya. Bawaslu bahkan berwenang menentukan satu tahapan dihentikan. Dengan semua kewenangan besar Bawaslu ini, agak mengherankan bila mereka melaporkan KPU ke DKPP karena soal silon
Baca juga: Waduh, Bawaslu RI Adukan Semua Anggota KPU ke DKPP Gara-gara Tak Bisa Akses Data dan Dokumen Bacaleg
"Sekalipun begitu, saya juga kurang paham dasar pelaporan ini. Apakah ada kinerja KPU yang melanggar aturan atau di luar aturan yang berlaku atau seperti apa ? Sebab, jika hal ini yang terjadi, mestinya perkara itu cukup diselesaikan oleh Bawaslu," kata Ray saat dikonfirmasi, Rabu (9/8/2023).
"Bawaslu memiliki kewenangan untuk menyatakan apakah satu tahapan berlangsung sesuai aturan atau sebaliknya. Bawaslu bahkan berwenang menentukan satu tahapan dihentikan. Dengan semua kewenangan besar Bawaslu ini, agak mengherankan bila mereka melaporkan KPU ke DKPP karena soal silon," sambungnya.
Lebih lanjut, Ray menilai laporan ke DKPP ini ambigu. Sebah, ia melihat Bawaslu tak lebih dari sekadar organisasi masyarakat (ormas) pemantau biasa.
Baca juga: Diadukan Bawaslu ke DKPP Terkait Silon, KPU Ngaku Siap dalam Segala Kondisi
Mengingat di satu sisi Bawaslu punya kewenangan lebih dalam mengambil tindakan terhadap KPU ketimbang hanya melapor ke DKPP.
"Jadi pelaporan ini terlihat ambigu. Dan lebih tragis lagi karena kalau hanya melaporkan KPU ke DKPP disebabkan dugaan adanya pelanggaran etik, maka Bawaslu tidak lebih dari ormas pemantau biasa, atau bahkan tidak lebih dari individu lainnya. Sebab, jika hanya untuk melaporkan KPU ke DKPP, semua warga negara memiliki hak itu," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, semua Anggota KPU RI diadukan oleh Bawaslu RI ke DKPP RI.
Aduan ini berkaitan dengan perkara akses Silon yang dibatasi oleh KPU, sehingga Bawaslu tak bisa melakukan pemantauan sepenuhnya terkait data dan dokumen bakal calon anggota legislatif.
“Aduan dari Bawaslu disampaikan ke DKPP kemarin, Senin 7 Agustus 2023, sore. Saat ini masih dalam proses,” kata Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, saat dikonfirmasi, Selasa.
“Semua (anggota KPU) diadukan,” tambahnya.
Baca juga: Perkara Akses Silon Tak Kunjung Selesai, Eks Anggota Bawaslu RI: Kepercayaan Publik Dapat Menurun
Saat ini aduan Bawaslu tengah dalam proses verifikasi administrasi terlebih dahulu oleh DKPP sebelum selanjutnya masuk ke verifikasi materiil.
Anggota Bawaslu RI Totok Hariyono pun saat dihubungi terpisah membenarkan ihwal aduan tersebut.
“Iya (sudah diadukan ke DKPP). Soal akses Silon,” ujar Totok.
Sebelumnya, Bawaslu sudah empat kali menyurati KPU untuk diberi penjelasan soal kenapa pihaknya belum mendapatkan akses Silon secara penuh, tapi tak kunjung dibalas.
Terbaru, surat itu sudah dibalas KPU. Namun, Bawaslu masih belum membeberkan isi surat balasan tersebut.
Sebagai informasi, Silon memang jadi keluhan bagi Bawaslu.
Lantaran, sebagai pengawas penyelenggara pemilu, Bawaslu masih mendapat akses yang terbatas sama seperti halnya parpol peserta pemilu.
"Aksesnya 15 menit masuk, 15 menit keluar, sama seperti parpol. Akses gimana pertanyaannya itu kita awasi," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Senin (12/6/2023).
Lebih lanjut, Bawaslu bakal kesusahan dalam mengumpulkan bukti jika ada indikasi kecurangan. Sebab, dalam akses Silon yang sebentar itu, Bawaslu hanya diperbolehkan untuk melihat saja.
Pihaknya dilarang untuk misalnya mengambil gambar atau melakukan proses tangkap layar terhadap data Silon yang terindikasi palsu.
"Anda boleh melihat tapi tidak boleh memoto. Kalau ada indikasi ijazah palsu, cuma lihat begini saja, gimana alat bukti yang mau disampaikan," tuturnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.