Siapa Margono? Kakek Prabowo Subianto yang Namanya Diungkit saat Pertemuan dengan Yenny Wahid
Dengan kata lain, ayah Prabowo, Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo adalah anak dari Margono Djojohadikusumo.
Penulis: Daryono
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Siapa Margono Djojohadikusumo? Kakek Prabowo Subianto yang namanya diungkap putri Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid saat bertemu Prabowo.
Dalam pertemuan dengan Prabowo Subianto di kediaman Prabowo di Kertanegara, Jakarta Selatan pada Kamis (7/9/2023) lalu, Yenny Wahid menyinggung kakek Prabowo yang bernama Margono Djojohadikusumo.
Hal itu dikatakan Yenny saat mengungkap kedekatannya dengan bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju itu.
Menurut Yenny, Margono yang merupakan kakek Prabowo bertetangga dengan kakeknya, Wahid Hasyim.
Baca juga: Soal Dukung Capres Ganjar atau Prabowo, Yenny Wahid: Diputuskan Bulan Oktober
Keduanya tinggal di daerah Matraman, Jakarta Timur.
"Kami kedekatannya melampaui kami berdua karena keluarga mas Bowo (Prabowo Subianto,-Red), kakek beliau, eyang beliau, eyang Margono itu tetanggaan dengan eyang saya, eyang Wahid Hasyim di daerah Matraman. Dulu ketika eyang Margono berpulang, eyang saya ikut mendoakan," kata Yenny, dikutip dari KompasTV.
Siapa Margono Djojohadikusumo?
Margono Djojohadikudumo merupakan kakek Prabowo.
Dengan kata lain, ayah Prabowo, Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo adalah anak dari Margono Djojohadikusumo.
Selain Soemitro, Margono memiliki dua anak lainnya yaitu Soebianto Djojohadikoesoemo dan Soejono Djojohadikoesoemo.
Namun, dua anak Margono itu gugur dalam peristiwa pertempuran Lengkong pada 1946.
Baca juga: Golkar Tegaskan Komitmen Dukung Prabowo Meski Ada Isu Ridwan Kamil Kandidat Cawapres Ganjar
Margono hidup di era sebelum Kemerdekaan, awal-awal Kemerdekaan hingga pasca Kemerdekaan.
Margono Djojohadikusumo lahir di Banyumas, Jawa Tengah pada 16 Mei 1894.
Dengan demikian, saat Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945, Margono berusia 51 tahun.
Margono juga memerankan peran penting di masa-masa awal Kemerdekaan.
Ia tercatat merupakan anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Setelah Soekarno-Hatta dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Margono menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
Margono kemudian mengusulkan supaya dibentuk sebuah bank sentral atau bank sirkulasi sebagaimana yang dimaksud dalam UUD 1945.
Presiden Soekarno kemudian menunjuk Margono untuk mendirikan bank sentral tersebut.
Menindaklanjuti hal itu, pada 19 September 1945, Sidang Dewan Menteri Republik Indonesia memutuskan untuk membentuk sebuah bank milik negara yang berfungsi sebagai "Bank Sirkulasi".
Bank ini kemudian diberi nama Bank Nasional Indonesia (BNI).
Akhirnya pada 15 Juli 1946, terbitlan Perpu Nomor 2/1946 tentang Pendirian Bank Negara Indonesia.
Perppu ini sekaligus menunjuk Margono sebagai Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI).
Dengan demikian, Margono merupakan pendiri sekaligus Direktur Pertama BNI yang eksis hingga saat ini.
Dalam perjalannya, BNI berubah dari bank sentral menjadi bank komersil milik pemerintah.
Margono kemudian meninggal dunia di masa Orde Baru yakni wafat pada 25 Juli 1978 di Jakarta.
Ia dimakamkan di pemakaman keluarga di Dawuhan, Banyumas, Jawa Tengah.
(Tribunnews.com/Daryono) (TribunJambi)