Terkait Etika Politik, MK Diminta Atur Larangan Capres-Cawapres Sudah 2 Kali Ikut Pilpres Maju Lagi
MK diminta membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden maksimal dua periode untuk jabatan yang sama.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Endra Kurniawan
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar pengujian materiil Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (UU Pemilu) untuk nomor perkara 104/PUU-XXI/2023.
Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan pendahuluan gugatan terhadap Pasal 169 ayat 1 huruf n UU Pemilu, yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden maksimal dua periode untuk jabatan yang sama.
Kuasa hukum pemohon, Donny Tri Istiqomah menilai, pasal tersebut belum cukup melindungi hak warga negara sesuai dengan Pasal 28 j ayat 1 UUD NRI 1945.
Menurutnya, seorang warga negara yang mencalonkan diri sebagai capres-cawapres harus memiliki kedewasaan politik yang sudah teruji dan ditunjukkan melalui sikap kenegarawanan.
"Ternyata proses transisi demokrasi di Indonesia yang seharusnya dalam pandangan kami, dalam konteks etika politik, seorang warga negara yang berani mencalonkan diri sebagai calon presiden seharusnya memiliki kedewasaan dan kematangan politik yang harus teruji," kata Donny, dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (18/9/2023).
Baca juga: Gugat UU Pemilu ke MK, Pemohon Minta Ada Syarat Capres-Cawapres Tak Pernah Terlibat Pelanggaran HAM
Meski demikian, ia menilai kurangnya kematangan berpolitik mengakibatkan seringnya hak warga negara dalam Pasal 28j ayat 1 UUD 1945 dilanggar.
"Salah satunya dalam proses pemilihan presiden di mana seharusnya seseorang yang mencalonkan diri sebagai calon presiden, ketika sudah kalah dua kali, dalam konteks etika politik dan sifat kenegarawanan, seharusnya dengan sendirinya mengundurkan diri atau tidak perlu mencalonkan diri lagi demi terjaga nya tidak dilanggarnya pasal 28j ayat 1, yaitu demi menghormati hak orang lain, salah satunya hak kami sebagai pemohon," jelas Donny.
Ia mengakui, memang belum ada norma yang mengatur perihal calon presiden dan calon wakil presiden yang mencalonkan diri lebih dari dua kali.
Namun, Donny menilai saat ini tidak ada jaminan kedewasaan politik para tokoh bangsa dalam transisi demokrasi di Indonesia.
"Demi terlindunginya hak kami berdasarkan Pasal 28 j ayat 1, kami mohon dampaknya akhirnya kami mengalami kerugian konstitusional karena hak kami yang diatur terganggu, tidak bisa mencalonkan diri karena partai politik akan memilih itu lagi itu lagi," ucap Donny.
Baca juga: 3 Mahasiswa UIN Gugat ke MK, Minta Agar Kampus dan Fasilitas Pemerintah Tak Jadi Lokasi Kampanye
Perkara ini dimohonkan oleh Gulfino Guevarrato yang meminta agar syarat calon presiden dan calon wakil presiden, yaitu belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama, dan belum pernah mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden sebanyak dua kali dalam jabatan yang sama.
Sebagai informasi, saat ini tokoh yang telah melewati lebih dari dua kali pemilu, yakni Prabowo Subianto.
Rekam jejak Prabowo, pada Pemilu 2009, ia mengikuti kontestasi politik sebagai calon wakil presiden mendampingi Megawati. Kemudian pada 2014, Ketua Umum Partai Gerindra itu mencalonkan diri sebagai calon presiden bersama Hatta Rajasa.
Selanjutnya, Prabowo kalah dan kembali mencalonkan diri bersama pasangannya Sandiaga Uno melawan Jokowi, di Pemilu 2019.
Terbaru, Prabowo dikabarkan kembali maju sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024. Saat ini, ia telah mendapat dukungan dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri dari Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Golkar.