Mengapa Konglomerat Tidak Dekat dengan Anies Baswedan? Disebut Takut: Alami Pemeriksaan Pajak
Anies Baswedan menyebut kebanyakan pengusaha yang dekat dengannya dari kelas menengah, bukan pengusaha besar atau sekelas konglomerat.
Penulis: garudea prabawati
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Bakal Calon Presiden (Bacapres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan menjelaskan soal pendukungnya yang membantu dirinya maju di Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Termasuk para pengusaha yang memberikan bantuan untuk Anies Baswedan.
Di mana disebutkan Anies Baswedan, mayoritas para pengusaha ini berasal dari kelas menengah, bukan pengusaha besar atau sekelas konglomerat.
Hal itu dikatakan Anies saat menjadi pembicara dalam acara acara bertajuk 'Bacapres Bicara Gagasan' yang diselenggarakan Universitas Gadjah Mada (UGM) berkolaborasi dengan Mata Najwa, digelar di Grha Sabha Pramana UGM, Selasa (19/9/2023).
Diketahui tidak hanya Anies, dua Bacapres lain direncanakan juga hadir dalam acara tersebut, yakni Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
"Kami dibantu oleh banyak orang yang memberikan dukungan saat ini, dan yang paling akan mahal ketika menjelang kampanye (yakni) produksi alat-alat peraga," kata Anies Baswedan.
Untung menanggulangi biaya yang mahal, Anies dan timnya mengerjakan sebuah solusi.
Baca juga: Acara Bacapres Bicara Gagasan, Anies Baswedan Tiba di UGM
"Kami membuat konten, dan konten itu kami taruh di Cloud, kemudian kami izinkan siapa saja, (dapat) memproduksi kaos, memproduksi banner dan lainnya, dari konten yang kami buat."
Anies mengatakan dirinya bersama tim-nya itu tidak mencetak konten tersebut.
Namun mereka hanya menyiapkan konten kampanye, sehingga bisa kreasikan oleh pendukungnya, menjadi alat-alat peraga kampanye.
"Dan kami minta kepada semua apabila Anda percaya dengan apa yang kami rencanakan akan kami kerjakan, bantu kami untuk melakukan perubahan di Republik Indonesia ini karena tidak mungkin kita kerjakan sendirian," lanjut Anies, mengutip YouTube Najwa Shihab.
Dan dari situlah Anies menceritakan banyak pengusaha dari kalangan menengah yang membantu dirinya.
"Yang mau membantu adalah perusahaan yang ukurannya menengah, yang besar-besar tidak berani mendekat semua," kata eks Gubernur DKI Jakarta itu.
Najwa Shihab pun melempar pertanyaan pada Anies terkait hal itu.
"Kenapa konglomerat tidak dekat dengan Anies Baswedan?"
Anies pun tersenyum mendengar pertanyaan dari Najwa, kemudian dirinya melempar pertanyaan itu ke pengunjung yang hadir.
Baca juga: Sebut Konglomerat Ogah Bantu, Anies Akui Ada Alat Negara Digunakan untuk Mengintimidasi
"Tanyanya ke mereka kenapa tidak dekat," ujar Anies dan disambut riuh tawa pengunjung.
Anies mengatakan konglomerat tidak dekat dengannya karena takut.
Perusahaan yang dekat dengannya, lanjut Anies berujung pada pemeriksaan pajak dan lainnya.
"Karena kami mengalami pengusaha-pengusaha yang berinteraksi dan bertemu dengan kami, sesudah itu mereka akan mengalami pemeriksaan-pemeriksaan pajak, pemeriksaan yang lain-lain."
"Ada contoh di Jawa Barat membantu, Jawa Tengah membantu, setelah selesai katanya random, 10 perusahaan miliknya diperiksa pajak," imbuhnya.
Anies menyebut padahal bantuan dari para pengusaha itu bukan semata-mata untuk membantu dirinya saja, namun membantu para relawan yang menyelenggarakan kegiatan di daerahnya masing-masing.
Mendengar hal itu, Najwa kembali bertanya pada Anies.
"Jadi Anda menduga alat negara digunakan untuk mengintimidasi orang-orang yang mau membantu pencalonan anda?" tanya Najwa.
"Ya laporannya seperti itu, saya tidak tahu yang memerintahkan siapa tapi fakta di lapangannya seperti itu" jawab Anies.
Sebelumnya sebuah survei dari Voxpol Center Research and Consulting menyebutkan bahwa tingkat kepercayaan publik tinggi soal alat negara atau perangkat hukum di Indonesia digunakan sebagai alat untuk menjegal lawan politik.
Survei ini untuk menyikapi terkait Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang diperiksa KPK usai dideklarasikan jadi pasangan Anies.
Cak Imin diperiksa sebagai saksi atas dugaan korupsi pengadaan sistem perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tahun 2012.
Saat itu Cak Imin masih menjabat sebagai Menakertrans.
Survei Voxpol Center terkait peta elektoral ini dilakukan periode 24 Juli hingga 02 Agustus 2023.
Dalam rilis yang dikirimkan ke Tribunnews.com, Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago menyebut metode survei dilakukan dengan cara metode multistage random sampling.
Jumlah sampel dalam survei adalah 1.200 dengan toleransi kesalahan (margin of error) sebesar ± 2,83 persen, menjangkau 34 provinsi secara proporsional berdasarkan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu 2024.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara mendalam secara tatap muka (face to face) oleh surveyor yang sudah terlatih.
Sesuai dengan rilis tersebut Voxpol menyebut:
Baca juga: Acara Bacapres Bicara Gagasan, Anies Baswedan Tiba di UGM
- Mayoritas masyarakat atau 53,4 persen percaya bahwa hukum seringkali digunakan sebagai alat untuk menjegal kandidat tertentu atau lawan politik.
"Persepsi semacam ini semakin mempercepat merusak kepercayaan (level confidance) masyarakat terhadap lembaga penegak hukum, yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas dan keadilan dalam masyarakat," ujar Pangi dalam rilisnya.
- 23,2 persen tidak percaya bahwa hukum seringkali digunakan sebagai alat untuk menjegal kandidat tertentu atau lawan politik.
- 23,4 persen tidak tahu.
Pangi juga mengatakan dalam rilisnya bahwa pemanggilan Cak Imin oleh KPK, meskipun sebagai saksi, di tengah-tengah deklarasi maju dalam pilpres, akan dianggap oleh banyak pihak sebagai politisasi hukum, penggunaan perangkat hukum sebagai alat untuk menjegal lawan politik.
Hal ini juga disebut Pangi tidak bisa diabaikan, lantaran dapat membahayakan integritas penegakan hukum.
"Saya nggak tahu ujung dari semua ini, apakah betul Cak Imin nantinya di tersangkakan oleh KPK? menjadikan perangkat hukum dalam upaya menjegal capres-cawapres atau target KPK hanya dalam rangka agenda bagaimana Cak Imin bolak-balik ke KPK diminta keterangan sebagai saksi, desain arsitek untuk mendowngrade dan merobohkan integritasnya."
"Ini hanya soal persepsi dan asumsi yang ditanamkan di benak publik, bagaimana stempel bahwa pasangan Anies-Cak Imin tidak bersih, dan ujungnya nanti juga akan punya korelasi linear terhadap racikan elektoral capres-cawapres, jadi ujungnya hanya desain soal pasangan capres-cawapres yang di cap tidak bersih," tulisnya dalam rilis.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.