Tom Lembong: Reindustrialisasi Anies Atasi Pengangguran, Fokus Industri Padat Karya
Anies Baswedan menyampaikan gagasan yang akan diterapkan saat terpilih menjadi presiden 2024 - 2029 di depan civitas akademika UGM.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Bakal Capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan menyampaikan gagasan yang akan diterapkan saat terpilih menjadi presiden 2024 - 2029 di depan sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (19/9/2023). Berbicara di acara Tiga Bacapres Bicara Gagasan yang dipandu Najwa Shihab, Anies mengatakan industri harus kembali dibangun di berbagai wilayah Indonesia.
“Re-industrialisasi. Kita harus membangun kembali industri-industri baru di berbagai wilayah indonesia, sebagaimana industrialisasi pernah kita lakukan di era 1970-an, 1980-an dan awal 1990-an,” ujar Anies. Re-industrialisasi ini menjadi salah satu gagasan Anies untuk membuka akses lapangan pekerjaan di seluruh wilayah Indonesia.
Re-industrialisasi ini berlawanan dengan fenomena yang kini tengah terjadi di seluruh Indonesia, di mana terjadi de-industrialisasi di Tanah Air: kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional terus mengalami penurunan. Banyak sektor manufaktur di Indonesia justru berhenti berproduksi. Pemilik usahanya justru beralih ke sektor jasa menjadi sekadar penjual produk impor dari negara lain.
Baca juga: Peta Kekuatan Koalisi Perubahan Anies-Cak Imin di Pilpres 2024 dan Jenderal Pensiunan Pendukungnya
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong, yang juga juru bicara Anies Baswedan, menjelaskan lebih lanjut keterkaitan antara visi reindustrialisasi Anies dengan pembukaan akses lapangan pekerjaan di seluruh Indonesia untuk mengurangi pengangguran yang kini jadi masalah besar di seluruh dunia.
“Kunci dari visi re-industrialisasi Pak Anies adalah menggeser fokus kita dari sektor industri yang padat modal, ke industri yang padat karya. Pabrik nikel (smelter), pabrik mobil (automotif) dan sebagainya tidak masalah berdiri. Tapi industri ini adalah jenis industri yang padat modal alias capital-intensive dan relatif tidak memperkerjakan banyak orang,” terang Thomas Lembong.
Baca juga: Anies Baswedan: Sudah kah Pembangunan Infrastruktur Memberikan Manfaat yang Setara Bagi Semua?
Dia menerangkan, industri padat karya itu biasanya termasuk industri ringan. “Seperti industri tekstil, industri mebel, industri elektronik, yang sayangnya dianggap oleh pemerintah saat ini sebagai sunset industry (industri masa lalu yang market size atau ukuran pasarnya kian menyusut). Padahal potensi lapangan kerja sebenarnya di situ. Satu brand atau merek tekstil terkemuka dari Amerika saja memperkerjakan 600.000 tenaga kerja di Indonesia. Tapi mereka mengeluh bahwa pemerintah tak peduli kepada mereka, karena pemerintah lebih concern dengan industri nikel, baterai, dan mobil listrik,” ujar Thomas Lembong.
“Industri mobil listrik memang menggunakan teknologi tinggi, high-tech dan terlihat seksi. Tapi kalau Anda berkunjung ke pabrik mobil listrik, Anda akan kaget melihat di pabrik itu yang bekerja kebanyakan robot bukan manusia,” pungkasnya. (*)